BUTOTA (Tajuk) – Berbagai aspek penilaian menjelang Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Gorontalo Tahun 2020 mendatang, baik dari biaya politiknya, hingga popularitas para bakal calon kepala daerah menjadi penentu utama pada perhelatan tersebut. Hasil survey pun tak bisa dijadikan sebagai pegangan utama, walau sebenarnya itu turut mempengaruhi.
Populer memang menjadi nilai tambah bagi kandidat dan elektabilitas memenangkan kepercayaan diri untuk menang, namun itu tidak cukup untuk meraih suara yang dominan. Program kampanye yang dengan mengambil berbagai isu terkini adalah komponen kedua yang harus diangkat oleh para kandidat. Disamping itu, program yang dijanjikan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi preferensi pemilih.
Namun sebelum membahas program kampanye yang include dengan posisi partai politik dalam pilkada Kabupaten Gorontalo 2020 nanti, sejenak mari menebak kekuatan yang sangat mempengaruhi posisi dari masing-masing bakal calon yakni “ongkos politik”.
Di Kabupaten Gorontalo, selain sebagai Ibunya dari 4 Daerah di Provinsi Gorontalo tentu memiliki perbedaan dari daerah-daerah yang saat ini juga melaksanakan hajatan yang sama. Posisi Pilkada di Kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato tentu berbeda dengan seluruh aspek yang berhubungan dengan Pilkada di Kabupaten Gorontalo. Selain jumlah Pemilih terbanyak, Pilkada disini juga memerlukan cost politik yang tidak sedikit.
Tidak usah jauh menilik, Pada Pilkada Kabupaten Gorontalo Tahun 2015 silam, Pasangan NAFAS (Nelson Pomalingo – Fadly Hasan) diisukan berhasil memenangi Pilkada dengan menggunakan budget sejumlah Rp. 13 Miliar. Hal tersebut dilihat dari Tuntutan Zainudin Hasan yang meminta pemimpin terpilih itu untuk mengganti biaya Pencalonan dahulu, wajar jika melihat keseriusan mantan Bupati Pohuwato dan Bulukumba Sulsel yang ingin memenangkan Pasangan yang juga masih kerabat dekat ini.
Nah, Jika mengukur cost Politik pada Pilkada Kabgor 2015 yang menggunakan budget sebanyak Rp. 13 Miliar untuk menang, maka bukan tidak mungkin angka itu akan bertambah pada Pilkada Tahun 2020 nanti. Minimal angka yang harus dipegang oleh para Calon harus bernilai Rp. 15 Miliar, itu untuk digunakan diberbagai kebutuhan seperti partai politik, biaya logistic, Biaya tim sukses, publikasi dan sumbangan-sumbangan lain yang tak mengikat.
Dari beberapa Balon yang sudah meng kampanyekan dirinya untuk maju di Pilkada Kabgor 2020, Nama Risjon Sunge, Rustam Akili dan Nelson Pomalingo adalah calon kuat yang dipastikan mengisi kursi calon Bupati. Selain itu, nama Hj. Rachmijati Jahya, Sopyan Puhi, dr. Tonny Muhamad, Lilian Rahman, Tomy Ishak dan Hendra Hemeto juga turut menghiasi walau rencana pencalonannya masih diragukan.
Mengupas perkiraan ongkos politik dari Balon Risjon Sunge, baru – baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan dari salah satu Tim Kerja RS yang menyebut dana atau ongkos politik pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo itu berada pada posisi “No Limit”. Artinya, Persiapan dari Risjon dalam menghadapi Pilkada Kabgor tidak ada batasan anggarannya. Tentu sebuah kabar yang menakjubkan, pasalnya standard minimal cost politik pada Pilkada Kabgor yang diperkirakan ada pada angka Rp. 15 Miliar itu, tentu terasa mudah dan mampu dibiayai.
Nelson Pomalingo, sebagai petahana tentu dimudahkan dalam berbagai hal dalam menghadapi pesta rakyat Lima tahunan itu. Selain program, sosialisasi dengan memanfaatkan berbagai fasilitas Pemerintahan, popularitas pun saat ini pasti berpihak pada mantan pasangan Fadly Hasan itu. Akselerasi program serta kunjungan kewilayah-wilayah membuat public pasti mengenal mantan rector Dua Universitas itu. Belajar dari kemenangannya, angka Rp. 13 Miliar diperhelatan sebelumnya saat ini bukanlah menjadi masalah sebab banyak hal yang memihak pada eksistensi dirinya menuju Periode berikut.
Namun hal berbeda jika kita membaca posisi Rustam Akili yang diketahui telah mendapat Penunjukan langsung dari Rachmad Gobel sebagai satu-satunya Calon Bupati dari Partai Nasdem. Dengan tidak menggunakan hasil survey, Rustam Akili telah dipastikan akan bertarung dengan dukungan full Rachmad Gobel. Namun seperti kita ketahui bersama, metode dukungan Rachmad Gobel bukanlah dalam bentuk Uang, wakil Ketua DPR RI itu memilih mendukung dengan program daripada membiayai proses menuju pemenangan.
“ Lebih baik kalah terhormat dari pada membeli suara rakyat”, adalah kalimat yang diserukan oleh Rachmad Gobel kepada kader partai besutan Surya Paloh itu. Bisa jadi adalah kalimat yang seharusnya menjadi motivasi dari seluruh tim sukses Rustam Akili agar memenangi pesta tersebut tanpa harus mengumbar janji dan membeli suara rakyat, namun perhelatan ini tentu juga membutuhkan ongkosnya.
Menilik hal diatas, dapat digambarkan posisi petahana memiliki kepastian angka dan peluang yang kuat untuk tetap terus langgeng pada periode keduanya. Dengan popularitas yang dijual dan juga sebagai petinggi PPP yang memenangkan Pileg di Kabgor, Nelson Pomalingo dipastikan adalah lawan yang tangguh bagi siapa saja yang mau bertarung pada Pilkada Kabupaten Gorontalo. Bayang – bayang Suharso Monoarfa sebagai Plt. Ketum PPP juga melekat pada Sang Proklamator itu, termasuk dukungan dari berbagai pihak dan tentu faktor X yang telah dikumpulkan selama memerintah.
Selanjutnya ada nama Risjon Sunge, yang dengan kabar kemampuan keuangan yang tak terbatas pun menjadi momok yang seharusnya menjadi perhatian serius dari para calon termasuk petahana. Peluang menang Risjon pun dikatakan sangat terbuka lebar dikalangan masyarakat, dengan memanfaatkan berbagai terobosan terdengar Risjon sangat terterima dan itu membahayakan petahana jika lengah.
Namun Keraguan menghampiri Rustam Akili. Selain belum bergeraknya ditatanan bawah, promosi Rustam sejauh ini belumlah menggelegar. Walaupun beroleh dukungan dari berbagai kalangan dan tokoh politik internal Partai Nasdem, belumlah menjadi jaminan sebab semuanya tergantung Rachmad Gobel. Entah itu perintah ataupun dukungan anggaran, Rustam yang juga mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo itu bergantung pada seberapa besar dukungan dari founder Panasonic itu.
Politik butuh biaya dan hal tersebut sudah menjadi rahasia umum, dimana pesertanya harus menyiapkan dana yang tak sedikit untuk maju sebagai Kepala Daerah. Sebab untuk menarik perhatian public dan partai politik juga harus menyerahkan mahar, dan khusus yang kedua patokannya pasti berbeda-beda. Selanjutnya, masa-masa kampanye merupakan tahapan yang termahal, disebutkan dalam Pasal 74 ayat 5 UU Pilkada bahwa sumbangan dana kampanye perseorangan paling banyak Rp 75 juta dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp. 750 Juta. Hal ini juga menjadi dasar para kandidat berlomba-lomba untuk mengumpulkan dana kampanye yang tinggi sebab meski politik uang itu dilarang namun kandidat boleh membagi-bagikan barang kepada masyarakat dengan nilai tidak lebih dari angka Rp. 25.000/orangnya.
Saat ini, masyarakat tentu telah cerdas menjatuhkan kepada siapa pilihannya nanti. Konstalasi politik akhir Tahun 2019 tentu masih bisa berubah di Tahun 2020 nanti, dan hal itu tentu harus dipersiapkan oleh para cakada. Kemenangan bisa jadi milik siapa saja, campur tangan Tuhan juga menentukan namun kepada siapa pilihannya tentu masih menjadi rahasia besar. Dukungan para tokoh nasional asal Gorontalo sejatinya sangat mempengaruhi, koalisi partai dan strategi politik diketahui juga menjadi senjata pamungkas walau akhirnya keputusan ada pada rakyat di Kabupaten Gorontalo. (***)
Editor : Jeffry As. Rumampuk