oleh : Dr. Duke Arie, SH.,MH.,CLA
(Ketua YLBHI Gorontalo)
Butota.id (Opini) – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah opsi yang paling moderat yang dipilih pemerintah pusat disampaing opsi lainnya dalam menanggapi keadaan kedarurat kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh Covid 19.
Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan mengatakan bahwa dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina Wilayah, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat Karantina Kesehatan, Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar ditetapkan oleh Menteri.
Pemerintah pusat kemudian memilih opsi PSBB pada tanggal 31 Maret 2020 dengan mengelurkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020.
MENGAPA PEMERINTAH MEMILIH PSBB DARI PADA KARANTINA WILAYAH (LOCKDOWN) ?
PSBB dirasa tidak seketat Karantina Wilayah (Lockdown), Menurut Presiden Jokowi alasan pemerintah memilih PSBB ketimbang lockdown agar masyarakat masih bisa beraktivitas.
PSBB menurut Presiden Jokowi bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat umum dan fasilitas umum dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang. Artinya dengan PSBB masyarakat masih bisa beraktivitas tapi memang dibatasi.
Pengaturan PSBB tidak seketat Karantina Wilayah (Lockdown), sebab dalam PSBB ini masyarakat hanya dibatasi paling sedikit meliputi ; a. peliburan sekolah dan tempat kerja, b. pembatasan kegiatan keagamaan, c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Tidak ada pelarangan kepada masyarakat untuk beraktivitas.
Dibandingkan dengan Karantina Wilayah sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat 3 menyatakan “Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina”. Pasal 54 ayat 4 menyatakan “Selama masa Karantina Wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit”.
Kemudian sebagai kompensasi atas pelarangan dan tindakan isolasi tersebut diatur Pasal 55 ayat 1 menyatakan “Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makan hewan ternak yang berada di wliayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”.
Bukan hanya kebutuhan hidup dasar orang yang menjadi tanggungjwab pemerintah pusat tapi juga makan hewan ternak harus dijamin. Atas dasar pertimbangan ini yang menyebabkan Pemerintah Pusat lebih memilih PSBB ketimbang lockdown (Karantina Wilayah), karena masyarakat masih bisa beraktivitas, perekonomian masih tetap berjalan, dan para pedagang masih bisa berjualan, tidak seperti Karantina Wilayah (Lockdown) dimana masyarakat diisolasi dan tidak bisa lagi beraktivitas akan tetapi mendapat kompensasi dari Pemerintah Pusat.
Mengenai Karantina Wilayah Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo mengatakan “Bayangkan, kalau kemairn Bapak Presiden mengambil keputusan untuk lockdown, karantina wilayah, mungkin hari ini BNPB akan kewalahan untuk mendistribusikan anggaran dana kepada sekian ratus juta penduduk Indonesia”.
SALAH KAPRAH PERGUB PSBB GORONTALO
Pelaksanaan PSBB Gorontalo ditandai dengan diberikanya persetujuan pelaksanaan PSBB di Gorontalo melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/279/2020 pada tanggal 28 April 2020.
Kemudian oleh Gubernur Gorontalo ditindaklanjuti dengan Pergub Gorontalo No. 15 Tahun 2020 dan Surat Keputusan Gubernur Gorontalo Nomor 152/33/V/2020 tentang Pemberlakuan Pelaksanaan PSBB Dalam Penanganan Covid 19 di Wilayah Provinsi Gorontalo.
Dari hasil kajian yang kami lakukan diperoleh hasil paling tidak sedikitnya terdapat 3 hal yang menjadi salah kaprah dalam Pergub PSBB Gorontalo pertama; Pembatasan kegiatan yang seharusnya dikecualikan untuk dibatasi (PSBB Semi Lockdown). Kedua; adanya Pelarangan, dan Ketiga; Ketidak Jelasan Pengaturan.
PSBB Semi Lockdown
Menurut PMK Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 ada beberapa kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi dalam PSBB.
Artinya tidak semua kegiatan harus dibatasi akan tetapi ada beberapa kegiatan yang justru dikecualikan untuk dibatasi. Kegiatan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 7 PMK Nomor 9 Tahun 2020 menyatakan “Pembatasan tempat atau fasilitas umum dikecualikan untuk: a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas dan energi, b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan c. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga”.
Namun berbeda halnya yang terjadi pada Pergub Gorontalo. Pembatasan kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi justru dibatasi dengan jangka waktu hanya boleh berkegiatan mulai dari jam 06.00 wita sampai dengan jam 17.00 wita.
Bahkan pelayanan kesehatan pun dalam Pergub tersebut dibatasi. Akibatnya banyak warga Gorontalo yang akhirnya kesulitan memperoleh sejumlah kebutuhan tersebut diatas. Jalan-jalan harus ditutup diatas jam 17.00, pasar, minimarket ditutup, bahkan pedagang sayuran dan pedagang takjil juga dilarang berjualan. Bentor pun hanya bisa beroprasi sampai dengan jam 17.00.
Pembatasan waktu masyarakat beraktivitas yakni dari jam 06.00 sampai dengan jam 17.00 sama halnya pemerintah provinsi Gorontalo menerapkan semi lockdown (setengah karantina wilayah). Setengah hari dari jam 06.00 sampai dengan jam 17.00 (durasi 11 jam) pemerintah melakukan PSBB, sisanya dari jam 17.00 sampai dengan jam 06.00 (durasi 13 jam) melakukan lockdown.
Jadi PSBB Gorontalo ini dari segi waktu lebih banyak menerapkan lockdown ketimbang PSBB. Tapi sayangnya jika pemerintah menerapkan semi lockdown harusnya ada kompensasi terhadap masyarakat namun nyatanya kompensasi tersebut tidak ada.
Artinya masyarakat sudah dirugikan dua kali, pertama; tidak bisa beraktivitas diatas jam 17.00, kedua; karena tidak bisa beraktivitas seharusnya masyarakat mendapat kompensasi namun dalam hal ini pemerintah tidak memberikan kompensasi atas lockdown setengah hari tersebut. Hal inilah yang kemudian kami menyebutnya sebagai PSBB Semi Lockdown.
ADANYA PELARANGAN
Terdapat norma yang mengatur tentang larangan yakni Pasal 5 ayat 6 huruf a mengenai larangan merokok, dan Pasal 22 ayat 2 mengenai Penghentian sementara untuk semua kegiatan pergerakan orang dari luar wilayah Provinsi Gorontalo yang akan melalui pintu-pintu masuk ke wilayah Provinsi Gorontalo baik menggunakan moda transportasi maupun tidak.
Bahkan di Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, PMK 9 Tahun 2020 tidak mengatur mengenai larangan merokok, maupun penghentian sementara untuk semua kegiatan pergerakan orang dari luar wilayah Provinsi Gorontalo yang akan melalui pintu-pintu masuk ke wilayah Provinsi Gorontalo baik menggunakan moda transportasi maupun tidak, selama masa PSBB.
Padahal Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo mengatakan agar Pemerintah Daerah tidak menutup akses jalan selama menerapkan PSBB. Penutupan jalan akan mengganggu kegiatan ekonomi. Pemberlakuan PSBB bersifat pembatasan bukan pelarangan. Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan juga PMK Nomor 9 Tahun 2020 maka selama penerapan PSBB tidak dapat dilakukan penutupan akses atau jalan untuk keluar masuk suatu wilayah. Hanya saja aturan tersebut dibatasi dengan pembatasan jumlah dan juga jarak antar penumpang.
KETIDAKJELASAN PENGATURAN
Di dalam Pergub PSBB Gorontalo tersebut terdapat ketidak jelasan mengenai Pengaturan Ojek Online (Ojol), ketidak jelasan Pengaturan bentor untuk tujuan pribadi atau umum, ketidak jelasan Pengaturan pelayanan kesehatan, dan ketidak jelasan Pengaturan penutupan jalan batas kabupaten-kota atau batas antar kabupaten.
Pengaturan Ojek Online dalam Pergub hanya diatur dalam Pasal 21 ayat 6 mengenai angkutan roda dua berbasis aplikasi. Sedangkan Ojol yang mengatur angkutan roda tiga (Bentor) tidak diatur, bahkan Ojol untuk angkutan roda empat (Mobil) tidak diatur.
Pengaturan Bentor untuk tujuan pribadi atau umum. Dalam Pasal 21 ayat 2 mengenai moda transportasi juga dibedakan antara moda transportasi untuk kepentingan dinas/pribadi dan untuk kepentingan umum.
Terjadi kerancuan pada Pasal 21 ayat 5 huruf b yang menyatakan Penggunaan sepeda motor dinas/pribadi termasuk bentor tidak mengangkut penumpang/berboncengan, sedangkan Pasal 21 ayat 7 huruf a menyebutkan moda transportasi untuk kegiatan pergerakan orang (termasuk bentor) untuk angkutan orang membatasi jumlah orang maksimal 50% dari kapasitas angkutan.
Bentor untuk kepentingan umum dibatasi jam operasional sesuai ketentuan PSBB (jam 06.00 – 17.00), sedangkan Bentor untuk kepentingan Pribadi tidak diatur batas waktu.
Pertanyannya bagaimana membedakan bentor untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan umum sementara dari plat nomor sama-sama berplat hitam (pribadi), jika dianggap sebagai bentor Ojol (Gojek/Grab) tidak diatur Ojol Bentor (angkutan roda tiga) dalam Pergub tersebut.
Norma yang mengatur terkait pelayanan kesehatan diatur dalam dua pasal yang berbeda yakni di Pasal 15 ayat 2 huruf d yang memberikan batas waktu pelayanan fasilitas kesehatan dari jam 06.00 sampai dengan 17.00, dan di Pasal 23 huruf a yang menyatakan Kegiatan tertentu yang tetap dilaksanakan selama PSBB meliputi : a.fasilitas pelayanan kesehatan. Pengaturan ganda terhadap fasilitas pelayanan kesehatan ini menimbulkan kerancuan. Sehingga seharusnya pasal 15 ini dihapus agar tidak terjadi pengaturan ganda yang akan mengakibatkan kebingungan dalam penerapannya.
Ketidak jelasan mengenai penutupan jalan. Kapolri melalui Surat Telegram Nomor ST/1148/IV/OPS.2/2020 yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) diseluruh Provinsi di Indonesia termasuk Kapolda Gorontalo menegaskan tidak ada penutupan atau pemblokiran jalan selama penanganan penyebaran virus corona di Indonesia.
Artinya penutupan jalan yang terjadi di Gorontalo tidak mempunyai dasar hukum yang kuat sehingga penutupan jalan tersebut sudah seharusnya dihentikan. Hal ini agar menghindari perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum yang dapat mengakibatkan pemerintah yang melakukan penutupan jalan dapat dituntut secara hukum karena telah merugikan masyarakat sebagai pengguna jalan.
Atas dasar hasil kajian diatas dengan berbagai kekurangan yang ada, dan dengan melihat batas waktu yang ada tidak memungkinkan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (jika tidak dilakukan Perpanjangan PSBB), maka Pergub Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 sudah seharusnya dilakukan Eksekutif Review agar pemerintah Provinsi Gorontalo dapat merubah beberapa pasal (merevisi) yang tidak sesuai dengan aturan PSBB yang seharusnya sebagaimana diatur dalam UU Karantina Kesehatan, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Kesehatan tentang PSBB.
Pemerintah Provinsi Gorontalo diharapkan tidak memaksakan diri dengan tetap memberlakukan PSBB Semi Lockdow tersebut yang justru dapat merugikan masyarakat khususnya para pedagang kecil yang menggantungkan hidupnya dengan berdagang. (***)