butota.id (Daerah) Kabupaten Gorontalo – Kabupaten Gorontalo yang belakangan ini makin dirundung masalah bertubi-tubi dan juga hampir seluruh ruang publik disuguhi berbagai kekisruhan yang kian panjang baik permasalahan sosial, pemerintahan, dan politik, ditambah lagi keadaan tersebut diperparah dengan munculnya pemberitaan panas yang menyangkut moral pejabat tinggi daerah pun ditanggapi para aktivis sebagai masalah yang super serius.
Kepada butota, Salah satu pentolan aktivis gorontalo Charles Ishak menyebutkan bahwa dirinya tidak bisa tinggal diam dengan melihat kondisi daerah yang makin tidak menentu. Kata Charles, dirinya punya kewajiban untuk menganggap serius atas kekisruhan yang terjadi.
“Kami tidak bisa lagi tinggal diam melihat kondisi daerah yang kita cintai ini. Makin lama makin kesini kondisi daerah kian tak menentu. Seolah-olah daerah kita ini sudah kehilangan soul (ruhnya). Sebagai warga Kabgor sudah menjadi kewajiban kita bersama berempati lebih dan menganggap serius atas semua problem ini,” kata Carles Ishak.
Bahkan aktifis Pemuda yang mewakili wilayah Telaga cs ini bertutur bahwa lembaga DPRD dan Dewan Adat di Kabgor jangan hanya menganggap remeh temeh keseluruhan polemik ini.
“Ada 400 ribu jiwa yang harus dijaga fikiran dan kehidupannya. Bagaimana Pemerintah Daerah bisa menyelesaikan kewajiban atas rakyatnya jika problem daerah kian kompleks. Apalagi, banyaknya masalah yang tak kunjung diselesaikan seperti penyaluran BPNT, distribusi sembako yang carut-marut, viralnya soal penggunaan akronim nama NDP 912 produk handsanitizer yang diduga kuat berkaitan erat dengan program kampanye hingga pemberitaan yang menyasar moral pejabat. Saya kira sudah waktunya kita bergerak, alhamdulillah konsolidasi antar lintas pemuda sudah kita lakukan. Insya allah konsolidasi ini semakin masif ke wilayah Kabgor lainnya”. Tegas Carles.
Di lain pihak, pentolan Pemuda Limboto Irfan Isa menyatakan akan melakukan aksi demo besar-besaran dikarenakan DPRD dan Lembaga Adat belum engambil sikap atas seluruh permasalahan yang ada. Bahkan dengan tegas, Irfan menyebut DPRD dan Lembaga Adat sudah bisu akibat tidak adanya pengawasan terhadap roda pemerintahan.
” Kami sudah sepakat tak ada jalan lain selain aksi turun ke jalan sebab menurut kami DPRD dan Lembaga adat hanya enteng-enteng saja. Tak ada satupun gerakan real. Bahkan kami menilai kedua lembaga yang menjadi simbol marwah daerah ini hanya bisu dan fakum” Menurutnya, mestinya DPRD dan Lembaga adat adalah pengawasnya roda pemerintahan. Sehingga masalah-masalah daerah tidak bertumpuk-tumpuk seperti ini. Kami sudah bosan,” Tutup Irfan. (B1)