Butota.Id (Tajuk) – Kabupaten Gorontalo, Sudah menjadi rahasia umum, persoalan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Di Kabupaten Gorontalo terdapat masalah yang hingga kini tak pernah selesai. Dimulai dari kualitas beras, telur, penetapan suplier beserta mapingan nya, intervensi terhadap e-warong hingga dugaan “setoran” ke Dinas Sosial serta fungsi Satgas Tikor yang selalu dipertanyakan dan Intervensi kepada e-warong yang menabrak Permensos dan Pedum Bansos 2020 oleh Pemerintah Daerah pun mencuat dalam beberapa waktu ini.
Kini, program BPNT terinformasi (kembali) masuk dalam tahapan pemilihan suplier untuk masa layanan Tahun 2021. Setelah dinilai “gagal” di Tahun 2020, Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo kembali (mencoba peruntungan) dengan meramu beberapa konsep yang akan diterapkan kembali. Bahkan ada wacana memutuskan untuk menggunakan suplier tunggal dalam pelaksanaan BPNT Tahun ini, mengingat “kekacauan” yang tak bisa diatur oleh Tikor. Meski begitu, tidak ada daya yang bisa menyelesaikan pokok permasalahan walau sebenarnya sudah bisa dipahami arahnya.
Dalam tulisan ini, Butota.Id tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan para pihak yang tentunya menjadi bahagian dan terkait dalam gurita BPNT Kabupaten Gorontalo. Namun melihat persoalan yang hingga kini tak berujung ini, patut disoroti dimana intervensi serta monopoli yang pada akhirnya “secara langsung” digunakan oleh beberapa pihak yang menggeruk keuntungan dan berbisnis bantuan untuk masyarakat miskin yang berjumlah 46.018 itu.
Ditahun 2020 silam, Masyarakat Kabupaten Gorontalo dikejutkan oleh Statemen Anggota DPRD dari Partai Hanura Suwandi Musa atas kritikannya terhadap pelaksanaan BPNT. Kepada Tikor (Tim Kordinasi) Bansos, Suwandi bahkan mempertanyakan kerja Tikor dan menyebut Tikor hanya “tidur terima honor”.
Baca : https://butota.id/2020/06/06/tidak-becus-kelola-bansos-dprd-kabgor-tikor-itu-tidur-terima-honor/
Suwandi kemudian mengungkapkan bahwa adanya intervensi yang dilakukan oleh Pemerintahan Nelson Pomalingo, terhadap pengelolaan BPNT di Kabupaten Gorontalo. Menurut Suwandi, apa yang dilakukan oleh Pemda dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo terhadap program BPNT adalah bentuk pelanggaran hukum pada Permensos Nomor 11 Tahun 2018, serta pedoman umum bantuan sosial tahun 2020.
“ Kocar-kacir ini BPNT, saya kembali pada permensos 11 tahun 2018. Kelembagaan yang ada disitu hanya bank penyalur, adatikor, ada e warong dan ada e warong. Sekarang saya tanya, apa kerja tikor hari ini..?? oleh karenanya saya sangat serius terkait dengan BPNT ini. Sebagai anggota DPRD, akan membadani masalah ini dan orang pertama yang akan saya mintai pertanggung jawaban dalam masalah ini. Nggak benar ini tikor, jangan Cuma terima honor,” Tegas Suwandi pada Tanggal 6 Juni 2020 silam.
Bahkan Suwandi menegaskan bahwa dalam Permensos 11 Tahun 2018 itu, tidak dikenal yang namanya Bupati bahkan Dinas Sosial dalam program BPNT. Suwandi saat itu juga mengecam bahwa pernyataan yang mengatakan saat ini protes terhadap sistem penyaluran BPNT disebut tambah-tambah urusan, maka menrutnya daerah memang sudah kacau.
“ Dalam permensos 11 tahun 2018, tidak dikenal namanya Dinas Sosial, tidak dikenal yang namanya Bupati. Hanya tikor, bank penyalur, e warong dan KPM kelembagaannya. Nah kalau hari ini kocar-kacir pembagiannya, ada tambah-tambah urusan, ini sangat luar biasa sekali, sudah kacau ini daerah. Yang berikut, saya mendengar bahwa mereka punya juknis dan setelah saya telusuri juknis itu ternyata hanya hasil kesepakatan di menado. Itu sekali lagi saya katakan bahwa itu bukan norma. Oleh karenanya orang yang pertama akan saya cecar dan saya akan mati-matian adalah pertanggungjawaban tikor. Tikor hanya tidur-tidur terima honor,” Ungkap Suwandi.
Sebelumnya, di Bulan Mei Tahun 2020, Ketua Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Anton Abdullah Kabupaten Gorontalo menyoroti kinerja Kepala Dinas Sosial yang dianggap gagal mengelola. Rekomendasi supplier oleh Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo yang bertujuan membantu Badan usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Global Gorontalo Gemilang (PT. GGG) untuk mengadakan bahan bantuan sosial pada program BPNT, menurut Anton terkesan dipaksakan.
Baca : https://butota.id/2020/05/15/dianggap-gagal-kelola-bansos-kadinsos-kabgor-diminta-undur-diri/
“ Maka jangan ditanya ketika tidak dapat memenuhi target yang 400 ton itu, pasti mereka akan membeli beras-beras yang tidak bagus atau beras medium. Nah kemudian itu yang didistribusi kemasyarakat, sehingga kualitas beras yang dikonsumsi masyarakat itu tidak bagus. Karena mereka tidak ready beras yang premium. Sehingga, saya menilai ini adalah sebuah kegagalan dari kepala dinas sosial dalam mengelola bantuan BPNT ini dan untuk itu seharusnya dia mundur saja. Terakhir, pesan saya, jangan ada kongkalingkong dan memonopoli bantuan kemasyarakat. Kami mempunyai data, kalau ini terbukti ada kongkalingkong antara pihak Dinsos dengan suplier, maka kami secara tegas akan membawa masalah ini keranah hukum. Sebab untuk rakyat apalagi dimasa pandemi covid ini, tidak boleh ada hal seperti ini,” Ungkap Anto saat itu.
Dimasa bersamaan dengan penuntasan penanganan pandemi covid-19, terungkap perkara merugikan yang berhak. Kala itu, dugaan intervensi antara Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dalam hal ini Dinas Sosial dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Global Gorontalo Gemilang (GGG) yang bermuatan arahan atau intervensi pada penyaluran bahan pokok yang dinilai menyalahi Permensos Nomor 11 tahun 2018. Dimana, Pemerintah Daerah sempat meminta kepada E-Warong untuk mengambil bahan sembako kepada BUMD sebagai manager supplier dan supplier dengan alasan menjaga kualitas disemua bahan yang pada salah satunya adalah beras. Hal ini terungkap pada rapat Tim Kordinasi bantuan Sosial Pangan Program Sembako Tahun 2020 Kabupaten Gorontalo, yang dilaksanakan di ruang madani Kantor Bupati Gorontalo, Senin (11 Mei 2020).
Dalam rapat terbatas tersebut, pernyataan Sekertaris Daerah Hadijah Thaeb dan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo Husain Ui terkait arahan untuk mengambil bahan pangan kepada BUMD PT. GGG pun dikeluhkan oleh perwakilan E-Warong. Padahal, sangat jelas disebutkan pada pedoman umum program sembako tahun 2020 pada penyiapan e-warong huruf G bahwa Setiap perorangan atau badan hukum diperbolehkan menjadi e-Warong yang melayani program Sembako, kecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) beserta unit usahanya, Toko Tani Indonesia, ASN, pegawai HIMBARA dan Tenaga Pelaksana Bansos Pangan. Sementara pada huruf H. disebutkan, Untuk ASN, Tenaga Pelaksana Bansos Pangan, baik perorangan maupun berkelompok membentuk badan usaha, tidak diperbolehkan menjadi e-Warong maupun pemasok e-Warong. Jelas, bahwa kehadiran BUMD PT. GGG yang direkomendasikan oleh Dinas Sosial untuk menjadi manager supplier, saat itu banyak dipertanyakan.
keterkaitan PT. Global Gorontalo Gemilang pada pengadaan bahan sembako BPNT ini berawal dari permohonan rekomendasi untuk menjadi supplier/maneger supplier pada program BPNT dengan nomor surat: 033/PT.3G/GTLO.IX/2019. Dimana berdasarkan hasil rapat kordinasi pelaksanaan program BPNT Direktorart penanganan fakir miskin wilayah III Kemensos RI tanggal 15 Agustus 2019 dan hasil rapat kordinasi tim kordinasi BPNT yang dilaksanakan pada tanggal 29 agustus tahun 2019, yang kemudian oleh Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo merekomendasikan PT. GGG untuk menjadi maneger supplier pada program BPNT di Kabupaten Gorontalo dengan nomor surat : 460/DINSOS/235/IX/2019.
Setelah mendapatkan rekomendasi tersebut, PT. GGG kemudian melaksanakan rapat untuk menentukan pembagian wilayah supplier pada hal penyaluran bahan pangan beras. Dimana, PT. GGG mengeluarkan surat edaran nomor: 02/MS/S-B//EW/IX/2019 yang memutuskan merevisi surat keputusan sebelumnya tentang pembagian wilayah kerja supplier dan meminta keada E-Warong agar mengambil beras pada supplier yang sebelumnya juga direkomendasikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo. Hal ini tentu tidak tercantum pada pedoman umum program sembako tahun 2020, serta tidak sesuai dengan Permesos nomor 11 Tahun 2018 dan pedomannya.
Padahal, Sesuai yang termaktub pada Peraturan Menteri Sosial Nomor 11 Tahun pada pemantauan dan evaluasi pasal 51 sangat menegaskan bahwa jangan sampai pelaksanaan BPNT itu dipolitisisasi. Pemerintah tidak (bisa) intervensi tentang Pelaksanaan E-Warung dan BPNT, sebab Pemerintah hanya bertugas mengawasi dan memonitor distribusinya. Dalam artian, Pemerintah tidak akan mengintervensi hal-hal yang teknis sebab sepenuhnya diserahkan kepada KPM dan e warung. Yang sebelumnya pihak bank ditugasi untuk menyalurkan dana BPNT, sehingga Pemerintah tugasnya hanya mengawasi dan memonitor distribusi program tersebut, tidak ada yang lain disitu…!!!
Jangankan Bupati, Sekertaris Daerah, Kepala Dinas Sosial ataupun Kejaksaan/Kepolisian, Seorang Kepala Desa pun tidak bisa mengintervensi proses teknis “hukum pasar” yang terjadi antara KPM dan e-warong, termasuk mengganti e-warong dengan e-warong lainnya. Sebab, dalam Permensos Nomor 11 Tahun 2018 pasal 51, pasal 52 dan Pasal 53 sangat jelas mengatur tentang mekanisme pada program tersebut. Artinya, Pemerintah saja tidak bisa masuk dalam proses teknis itu, apalagi Badan Usaha Milik Daerah yang secara nyata mendapat rekomendasi dari Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Gorontalo sebagai manager suplier diantara transaksi tersebut.
Selanjutnya : Pada titik mana dugaan fee dari suplier kepada Dinas Sosial, yang telah memuluskan langkah Delapan Suplier yang diduga juga ada titipan dari pihak-pihak yang merasa kuat dan sangat paham tentang pelanggaran pada program BPNT…??? Lalu siapakah para pejabat serta biang dibalik adanya kewajiban setoran haram itu…???
Lalu siapa yang menjadi pemeran utama diloloskannya Delapan pemasok bantuan program sembako Kemensos RI di Kabupaten Gorontalo Tahun 2020…??? Apakah benar, Monopoli yang melibatkan CV. Bumi Tani Bangunan dengan wilayah mapping di Kecamatan Asparaga, Tolangohula dan Bilato, Toko Almagfirah di wilayah Boliyohuto, Mootilango, dan Biluhu, CV. Almagfirah Persada di Kecamatan Tabongo dan Limboto Barat, UD. Risky di Batudaa Pantai dan Tibawa, CV. Rahmat Jaya diwilayah Pulubala dan Batudaa, UD. Rifal Star di Bongomeme dan Dungaliyo, PT GGG di Limboto dan Tilango serta PT. Rajawali Multi Perkasa, melibatkan beberapa pejabat penting di Kabupaten Gorontalo….??? Lalu siapakah yang berada di belakang delapan Suplier tersebut…???
Benarkah pemasok bahan bantuan yang rencananya akan dirubah menjadi suplier tunggal dan mulai diterapkan pada Bulan Februari 2021 ini dirubah…??? lalu siapa suplier yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini DInas Sosial…??? Apakah penunjukan kepada suplier itu ada intervensi Bupati…??? dengan Dasar apa…??? (Bersambung)
Penulis : Jeffry As. Rumampuk – Pemimpin Redaksi http://www.butota.id