Foto : Istimewa
Butota.Id (Daerah) Gorontalo – Sekitar 4 (Empat) Saksi ahli dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada lanjutan sidang perkara korupsi mega proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR), di Pengadilan Tipikor Gorontalo, Selasa (30/3/2021).
Empat saksi ahli tersebut adalah Wisnu Aji dari BPKP Gorontalo, Iwan Permadi dari Universitas Brawijaya, Prof. Abdul Razak dari Universitas Hasanudin, dan Ilyas Lumuda dari Universitas Negeri Gorontalo. Keempatnya dihadirkan, sehubungan dengan agenda mendengarkan keterangan dari saksi ahli.
Pada persidangan tersebut, Wisnu Aji menyebut bahwa kerugian negara diperoleh dari 3 point yakni Surat pernyataan penguasaan fisik tanah negara (SPPF) yang tidak sah, Surat pernyataan penguasaan dan kepemilikan yg diragukan kebenarannya
Serta Pembayaran ganda.
Wisnu menambahkan bahwa analisis mengenai dampak lingkungan, proyek GORR tersebut menyalahi prosedur. Menurut Wisnu, penetapan lokasi proyek tersebut telah terlebih dahulu ditetapkan sebelum adanya AMDAL.
Adapun kerugian negara yang disebabkan dalam perkara tersebut, nilai tanah dalam surat pernyataan penguasaan fisik (SPPF) dalam pasal 26 sebesar Rp. 34.370.296.000,-. Sementara nilai tanah yang tidak sesuai dengan pasal 21 dan 23 pada Peraturan Presiden (Perpres) 71/2012 sebesar Rp. 8. 933.123.000,-, dan double pembayaran 3 (Tiga) SP2D sebesar Rp. 53.573.000,-.
Saksi ahli berikutnya Iwan Permadi dari Universitas Brawijaya mengatakan bahwa SPPF dalam perkara korupsi pengadaan lahan GORR, sesuai dengan Perpres 71 dimungkinkan untuk mendapatkan ganti rugi dengan syarat itikad baik. Tapi, kata Iwan jika penerbitan SPPF cacat formal maka hal tersebut dikatakan batal demi hukum sebab ada pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Pada keterangan Ahli Hukum Administratif Prof Abdul Razak menerangkan bahwa azas Procedural yang merupakan bagian dari prinsip keterbukaan dan kecermatan serta tidak menyalahgunakan kewenangan, telah dilanggar dan tidak dilaksanakan oleh Apraisal padahal dlm pasal 32 UU No 2 tahun 2012.
Menurut Prof Abdul Razak, Apraisal memiliki kewajiban menerima dan menggunakan data yang valid kra apraisal merupakan unsur yg sangat penting dalam menilai agar tidak terjadi mark up atau salah nilai namun pada kenyataannya Apraisal tidak melaksanakan kewajibannya yg berakibat daftar nominatif yg in prosedural (batal demi hukum) tetap dijadikan dasar penilaian berakibat hasil penilaian apraisal tidak benar (batal demi hukum) mengungkapkan ada maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang, dan perbuatan melawan hukum dalam perkara GORR.
Ilyas Lamuda dari UNG, mengatakan bahwa sesuai prinsip akuntansi pada proyek GORR terdapat penyimpangan. Kata Ilyas, yang tidak memiliki alas hak yang lengkap, disebutkan tidak berhak menerima ganti rugi sebab tanah negara tidak dapat diganti rugi.
Penulis : Jeffry As. Rumampuk