Butota.Id (Tajuk) – Hari ini pada 59 tahun lalu atau tepatnya 14 Mei 1962, telah terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Pertiwa itu terjadi bertepatan dengan pelaksanaan Sholat Idul Adha, Bung Karno yang sementara berbaris untuk melaksanakan salat Idul Adha di lapangan rumput Kompleks Istana Merdeka dan Istana Negara, dihujani tembakan oleh empat orang. Peristiwa itu kemudian menjadi percobaan pembunuhan kesekian kali terhadap Bung Besar, atau tepatnya setelah peristiwa Cikini 1957.
Ketika Bung Karno melaksanaan shalat di halaman Istana, seseorang dari barisan ke empat tiba-tiba menembakkan pistol ke arah Bung Karno. Namun, si penembak agaknya kesulitan membidik sasaran.
Kala itu si penembak kesulitan karena melihat dua orang yang mirip dengan Bung Karno. Alhasil, Bung karno lolos dari maut. Namun, tak begitu dengan dua anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden, yaitu, Soedrajat dan Soesilo. Mereka terluka dalam peristiwa itu. Pun Ketua DPR Zainul Arifin juga ikut terluka.
“Tembakannya meleset tidak mengenai Bung Karno yang menjadi sasaran, sebaliknya menyerempet bahu Ketua DPR Zainul Arifin dari Nahdlatul Ulama (NU) yang mengimami salat. Orang itu divonis mati, tetapi ketika disodorkan kepada Bung Karno untuk membubuhkan tandatangan untuk eksekusi, Bung Karno tidak sampai hati untuk merentangkan jalan menuju kematiannya, karena ia berpikir bahwa pembunuh yang sesungguhunya adalah orang-orang terpelajar ultrafanatik yang merencanakan perbuatan itu,” ungkap Maulwi Saelan dalam bukunya Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66 (2008).
Penembakan itu dilakukan oleh Sanusi Firkat, Djajapermana, Kamil, dan Napdi. Sedang otak dari rencana penembakan adalah seorang kiai yang memimpin pesantren di daerah Bogor bernama Moh, Bachrum. Ia dituduh mengatur rencana tersebut dan yang memerintahkan melakukannya.
“Penembak amatiran tersebut pun akhirnya dihukum mati. Namun ketika Bung Karno dimintai untuk menanda tangani surat perintah eksekusi, Bung Karno menolak karena ia tidak tega. Bung Karno beranggapan bahwa pembunuh tersebut hanyalah kaki tangan dari orang lain. Ternyata prediksi Bung Karno saat itu ada benarnya juga,” tulis Adimitra Nursalim dalam buku The Remarkable Story of Soekarno (2020).
Dikutip dari berbagai sumber, Sejarah lain yang terjadi pada Tanggal 14 Mei atau tepatnya pada tahun 1998, Suasana Jakarta sangatlah mencekam. Sejak kerusuhan besar yang meletus pada tanggal 13 Mei 1998, kerusuhan yang melanda kota-kota disekitar jakarta, membuat toko, swalayan dan pusat perbelanjaan dibakar oleh demostran. Bahkan hal itu membuat ibukota Republik ini lumpuh total.
Wibawa Pemerintah jatuh sejatuh-jatuhnya, dalam kerusuhan tersebut, anak-anak, remaja, pelajar, orang dewasa, dan juga ibu rumah tangga menjarah barang di toko, supermarket, dan pusat-pusat perbelanjaan. Kawasan perumahan Modernland Cipondoh Tangerang dan rumah penduduk lainnya juga tak luput disatroni perusuh dan menjarah segala isinya. Geraja Pentakosta dan HKBP di Tangerang diserang perusuh. Gereja Sion di Jakarta juga dirusak. Sejauh ini, dari puluhan ribu pengacau, aparat keamanan baru menangkap 240 perusuh dari berbagai tempat seperti Jatibaru, Tanah Abang, dan Jakarta Pusat.