banner 1200x300

Kisah Nyata Penderita Covid, Karena Kemurahan Tuhan Saya Selamat dari Ventilator (Bagian 1)

banner 120x600
banner 468x60
Foto : cnn indonesia

Oleh : Immanuel Richendry Hot, S.H., M.H. / Penulis Adalah Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Tomohon Sulut, Sekarang Adalah Kepala Bagian TU pada Kejaksaan Tinggi Gorontalo

banner 325x300

 

Butota.Id (Persepsi) – Kesaksian ini saya sampaikan kepada seluruh masyarakat  Indonesia dimanapun mereka berada, mengingat wabah Virus Covid-19 di Era New Normal semakin menakutkan kita semua, mengingat hampir seluruh daerah di Indonesia memperoleh Predikat Zona Merah (Red Zone).

kiranya cerita ini dapat menginspirasi
semua orang untuk lebih memahami bahwa Covid 19 itu ada dan nyata yang saya alami sendiri beberapa waktu
yang lalu.

Saya adalah ASN pada Kejaksaan RI yang bertugas di Tomohon Sulawesi Utara, sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Tomohon sejak tanggal 30 Januari
2020 selama tiga bulan saya menjabat di Kejaksaan Negeri Tomohon, mulai merebak di Indonesia bahkan di
dunia dengan Virus yang sangat mematikan dikenal dengan virus Corona atau Covid-19.

Sekitar tanggal 5 September 2020 saya berangkat ke Jakarta menemui keluarga. Selama saya di Jakarta, saya kena flu, batuk berdahak dan saya pikir ini karena perubahan cuaca mengingat di Tomohon udaranya dingin sedangkan di Jakarta panas.

Salah satu gejala Covid adalah batuk kering bukan batuk berdahak dan saya tidak terpikirkan bahwa itu adalah
awalnya Virus Covid ada di tubuh saya. Tanggal 8 September saya kembali ke Tomohon untuk melaksanakan tugas saya. Beberapa hari kemudian saya rasakan flu dan batuk saya mulai sembuh namun saya merasakan hilang indra penciuman dan badan saya lelah.

Pada hari Rabu tanggal 16 September 2020 sekitar pukul 19.30 saya pulang dari setelah mengikuti Rakernis Bidang Tindak Pidana Umum secara Virtual. Dan sampai di rumah saya langsung mengganti pakaian saya untuk tidur namun saudara Ivan (supir saya) menanyakan “Apakah Bapak tidak mau makan dulu?” dan saya jawab “saya mau tidur, saya capek”.

Keesokan harinya saya tidak tahu lagi apa yang terjadi dan kalaupun dapat saya ceritakan itu cerita yang saya dengar langsung dari Istri saya, Dokter dan Perawat, Staf yang menyertai saya, selama saya dirawat di RSPP Prof. Dr. R.D Kandou Manado, Sulawesi Utara yang merupakan Rumah sakit khusus merawat Covid-19.

Keesokan harinya, saya tidak bangun dari tidur sebagaimana biasanya. Hal itu membuat Ivan (supir) dan ibu Masye (ART) bingung dan panik. Mereka mencoba membangunkan saya dengan menggedor pintu kamar, namun saya tidak kunjung bangun. Kemudian Ivan mendatangi rumah Ibu Dapot (Istri Kasi Pidum) yang berada di belakang
rumah dinas saya.

Kemudian Ibu Dapot menghubungi Istri saya melalui Hp dan menyampaikan keadaan saya saat itu. Selanjutnya Ibu Dapot menghubungi Pak Dapot
menyampaikan kondisi saya dan selanjutnya mereka kembali ke rumah dan membuka pintu kamar ternyata saya sudah tergeletak namun masih bernafas.

kemudian istri saya menelpon Pak Hanny dari Dinas Kesehatan untuk meminta tolong agar dikirimkan ambulance beserta dokternya. dibawah ke rumah sakit Anugrah Tomohon. Di Rumah sakit Anugerah Tomohon saya langsung dimasukan ke IGD kemudian ditangani oleh dokter dan perawat dimana mereka memasang seluruh perlengkapan pernafasan karena melihat Saturasi (oksigen yang larut dalam darah) rendah. Dan dokter berusaha menanyakan saya dengan membangunkan saya, “Pak Kajari sakit apa?” dan saya jawab “Saya capek”.

Melihat kondisi saya sudah semakin melemah kemudian sekitar Pukul 17.30 Wita saya dibawa dengan Ambulance untuk dirujuk ke Rumah Sakit Siloam Manado. Dalam perjalanan menuju Manado, istri saya sempat menelpon ke handphone saudara Glint yang mendampingi saya di Ambulance.

Ketika istri saya Videocall dengan saya, jelas dilihat istri saya, saya merenspon dengan membuka mata kemudian istri saya mengatakan “Papi kamu harus
kuat, saya mau ke bandara untuk berangkat ke Manado”. Dan saya menjawab “Iya” Sambil mengacungkan dua tangan dengan simbol jempol. (Bersambung).

banner 325x300