Butota.id (Daerah) – Kota Gorontalo, Beredarnya foto di media sosial, yang memperlihatkan sejumlah masa aksi di depan gedung DPRD Provinsi Gorontalo dengan membawa atribut pakaian dalam wanita itu, masih menjadi buah bibir dikalangan aktivis Gorontalo.
Kepada Butota, Aktivis Gorontalo Frenkymax Kadir menuturkan adanya atribut (Maaf,red) BH dalam aksi mahasiswa kemarin (21/06) bukan sekali saja terjadi akan tetapi berulang kali, olehnya itu kata dia kaum hawa tidak perlu merasa heran.
“Terkait atribut aksi berupa pakaian dalam BH, hal ini terjadi bukan hanya sekali saja. Tetapi sudah banyak kali kita saksikan pada kejadian unjuk rasa (Unras_red) besar-besaran juga pernah ada atribut seperti ini. Tergantung target unras itu sendiri. Dan juga pernah menjadi polemik di kalangan masyarakat. Memang di luar sana masyarakat kaum hawa pasti tersinggung, dan banyak macam protes yang akan timbul dengan adanya atribut aksi berupa pakaian dalam. Tetapi jika masyarakat memahami apa yang menjadi isi dari pada unras tersebut, maka tidak akan jadi persoalan,” ucap Frenky.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Max itu mengatakan masa aksi menggunakan atribut berupa pakaian dalam itu punya maksud dan tujuan tertentu dalam menyuarakan aspirasi.
“Dan konsekuensinya adalah polemik di masyarakat, tapi bisa di jelaskan dalam bentuk himbauan berupa informasi agar masyarakat paham apa yang menjadi persoalan, dan juga alasan yang kuat untuk menepis isu yang menguap di kalangan publik terkait dengan alasan memakai atribut pakaian dalam. Yang paling inti atribut yang di pakai oleh masa aksi itu punya tujuan dan makna tertentu untuk mencapai target unras tersebut, karena ini persoalan atribut menandakan bahwa tidak berkutiknya pihak terkait dalam menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan aksi,” imbuhnya.
“Bisa jadi apa yang telah di suarakan oleh mahasiswa dalam unras tersebut tidak di indahkan atau tidak di tindaklanjuti oleh pihak terkait sehingganya hal ini atribut tersebut merupakan keresahan atau bentuk pemikiran sebuah pertanda kelemahan atau tidak ada tindakan dari pihak-pihak terkait yang jadi sasaran unras. Sehingga terciptanya atribut tersebut sebagai bentuk hadiah, sebuah pertanda kelemahan dari pihak pemangku kebijakan dalam artian tidak berkutiknya pemerintah dalam melakukan tindakan serta merasionalkan apa yang menjadi tuntutan masa aksi,” sambungnya.
Ditempat terpisah anggota Korps PMII Putri Kabgor, Sumarti Puspa Sari Mokoginta sangat menyayangkan sikap masa aksi yang melangsungkan aksinya itu dengan membawa atribut berupa penyangga buah dada kaum hawa.
“Terkait aksi di DPRD yang mengibarkan pakaian dalam wanita itu, saya tidak fokus ke isi tuntutannya mereka, saya fokus responsnya ke pakaian dalam yang di angkat tinggi-tinggi di aksi tersebut, apalagi digunakan sebagai simbol perlemahan. Masih banyak atribut lain yang bisa digunakan untuk kemudian dijadikan simbol serupa, tapi kenapa harus pakaian dalam perempuan Seakan-akan segala kelemahan itu tercipta dari perempuan sehingga harus menggunakan BH sebagai simbol lemahnya lembaga negara,” terangnya.
Terakhir dirinya menegaskan bahwa masa aksi tidak seharusnya menggunakan pakaian dalam wanita sebagai atribut aksi, sebab kata Puspa perbuatan seperti itu tidak seharusnya terjadi.
“Sebagai perempuan yang sedang berusaha mengkampanyekan kesetaraan gender dan anti kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan, mau itu secara fisik dan verbal, menurut saya aksi tersebut tidak seharusnya begitu. Tidak mudah, loh, mengubah stereotip masyarakat,” pungkasnya. (B7-B9)