Butota.id (Daerah) – Pohuwato, Rencana pembangunan Bandar Udara yang diberi nama Bandara Perintis di Kabupaten Pohuwato, hingga kini banyak menuai polemik di kalangan masyarakat. Selama 21 Tahun lamanya, pembangunan Bandara yang menjadi kebanggaan masyarakat Bumi Panua itu tak kunjung selesai. Meski telah berganti masa pemerintahan, namun pembangunan yang memakan anggaran tidak sedikit itu diprotes masyarakat, Kamis (10/02/2022) kemarin.
Hal tersebut, dilakukan oleh sejumlah masyarakat Desa Imbodu, Kecamatan Randangan. Mereka memprotes dengan cara memblokir atau melakukan pemagaran di areal pembangunan Bandara. Hal tersebut, diakibatkan persoalan ganti rugi lahan pertanian yang belum sepenuhnya dituntaskan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu masyarakat yang bernama Imran. Dirinya mempertanyakan sikap Pemerintah Daerah terkait pembangunan yang telah berjalan tanpa adanya ganti rugi kepada masyarakat.
“Iya pak, saya kecewa, tanah kami belum dibayar kenapa sudah ada pembangunan?.” Kata Imran.
Lanjut Imran menuturkan, bahwa alasan Pemerintah sehingga tidak melakukan pembayaran ganti rugi lahan tersebut, karena areal pembangunan bandara termasuk kawasan Hutan Lindung atau milik Negara.
“Iya alasannya ini masuk kawasan Hutan Lindung.” Singkat Imran.
Imran kembali menambahkan, bahwa dirinya dan masyarakat lainnya menjadi bertanya – tanya, sebab sebutan untuk kawasan Hutan Lindung tersebut baru ada pada Tahun 2021 silam. Sedangkan pada tahun 2016 di sekitar lokasi tersebut, pernah masuk program untuk pencetakan sawah.
“Dulu disini, pernah ada program pencetakan sawah, bahkan di tahun 2016 sudah ada pembayaran kepada masyarakat.” Bebernya.
Hal senada juga disampaikan Ibrahim Bouty, dirinya mempertanyakan sebutan atau penetapan Hutan Lindung pada Tahun 2021 silam.
“Dulu saya sempat menggarap lokasi ini dengan menggunakan alat berat untuk keperluan irigasi. Kalau ini termasuk kawasan Hutan Lindung, kenapa tak ada yang melarang saat itu.” Tanya Ibrahim.
Penetapan lokasi pembangunan Bandara perintis sebagai kawasan hutan lindung ini menurutnya adalah hal yang tidak masuk akal. Bagaimana tidak, ia mengatakan lokasi itu sudah digarap oleh masyarakat sejak Tahun 1997, akan tetapi tidak pernah mendengarkan bahwa termasuk dalam kawasan Hutan Lindung.
“Ini sudah sejak lama digarap masyarakat, kok nanti baru – baru ini ditetapkan sebagai kawasan Hutan Lindung.” Ujarnya.
Sementara itu, Camat Randangan, Saharuddin Saleh yang datang ke lokasi bersama Kades Imbodu dan didampingi unsur TNI/Polri ini, berusaha menenangkan masyarakat dengan cara berdialog.
Terkait protes yang dilakukan oleh masyarakat, Saharuddin menerangkan, bahwa pihaknya sebagai pemerintah kecamatan akan melaporkan hasil dari apa yang telah disampaikan oleh masyarakat.
“Saya sudah menyimpulkan apa yang menjadi tuntutan masyarakat, salah satunya adalah mendesak pemerintah membayarkan hak milik mereka. Ini menjadi laporan saya kepada pak Bupati (Syaiful Mbuinga_red).” Tuturnya.
Terakhir, Camat Randangan yang belum lama dilantik ini juga berharap agar masyarakat dapat menyampaikan tuntutan mereka dengan cara – cara yang persuasif.
“Harapan kepada masyarakat, silahkan menuntut tapi sampaikan dengan cara yang elegan, lakukan cara – cara yang persuasif. Ada Kepala ditingkatan Desa, ada Camat di tingkat Kecamatan, semua aspirasi masyarakat akan saya tampung dan laporkan kepada pak Bupati.” Tutup Saharudin.
Release : Faktanews.com Editor : Ghaffar Becelebo