Oleh : Syafrudin Tolinggi, SKM., M. KL
Butota. Id (Opini) – Limbah medis B3 adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik dan tempat Praktek Mandiri dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif.
Melihat limbah yang berasal dari faskes ini dapat dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah rumah sakit sendiri berupa campuran yang heterogen sifat-sifatnya. Seluruh jenis limbah ini dapat mengandung limbah berpotensi infeksi. Kadangkala, limbah residu insinerasi dapat dikategorikan sebagai limbah berbahaya bila insinerator sebuah rumah sakit tidak sesuai dengan kriteria, atau tidak dioperasikan sesuai dengan kriteria.

Mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka harus mempunyai fasilitas pengelolaan limbah sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
Fasilitas Pengelolaan Limbah padat — Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
Fasilitas Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.
Limbah dari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori utama, yaitu limbah umum, limbah patologis (jaringan tubuh), limbah radioaktif, limbah kimiawi, limbah berpotensi menular (infectious), benda-benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, dan kontainer dalam tekanan.
Sekian banyak jenis limbah klinis tersebut, maka yang membutuhkan sangat perhatian khusus adalah limbah yang dapat menyebabkan penyakit menular (infectious waste) atau limbah biomedis. Limbah ini biasanya hanya 10 – 15 % dari seluruh volume limbah kegiatan pelayanan kesehatan.
Limbah human anatomical: jaringan tubuh manusia, organ, bagian-bagian tubuh, tetapi tidak termasuk gigi, rambut dan muka. Limbah tubuh hewan, jaringan-jaringan tubuh, organ, bangkai, darah, bagian terkontaminasi dengan darah, dan sebagainya, tetapi tidak termasuk gigi, bulu, kuku.
Limbah laboratorium mikrobiologi: jaringan tubuh, stok hewan atau mikroorganisme, vaksin, atau bahan atau peralatan laboratorium yang berkontak dengan bahan- bahan tersebut. Limbah darah dan cairan manusia atau bahan/peralatan yang terkontaminasi dengannya. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah urin dan tinja. Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting, pecahan kaca dan sebagainya.
Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani limbah berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis mungkin, namun higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum, penanganannya adalah identik dengan limbah domestik yang lain. Daur ulang sedapat mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam yang tidak terinfeksi harus dibungkus secara baik serta tidak akan mencelakakan pekerja yang menangani dan dapat dibuang seperti limbah umum, sedangkan bahan-bahan tajam yang terinfeksi diperlakukan sebagai limbah berbahaya.
Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis dan infeksius. Limbah infeksius beresiko tinggi perlu ditangani terlebih dahulu dalam autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di landfill. Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam saluran limbah kota dan dibilas dengan air, sedang yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Kontainer-kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak boleh dimasukkan ke dalam insinerator.
Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat (dari pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang digunakan dibedakan dengan warna yang seragam dan jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol yang sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut.
Bila digunakan kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Limbah radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar dan disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum dikategorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya.
Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini biasanya tergolong mempunyai daya radioaktivitas level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel (MBq). Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya yang signifikan bila ditangani secara baik. Penanganan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis, untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.
Pengolahan limbah ini memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani pada insinerator. Autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.
Bersambung.
Perlu diketahui penulis mempunyai Sertifkat AMDAL A, Pengambilan Sampel Lingkungan, Pelatihan Internasional Manajemen Bencana dan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Pengampuh Mata Kuliah Amdal, Pengelolaan Limbah B3 dan Pengantar Analisis Risiko Kesehatan.