Ilustrasi Kebijakan [Foto: Dunia Pendidikan]
BUTOTA – Beragam kebijakan berlaku & diberlakukan. Kebijakan tertulis dengan jenis peraturan perundang-undangan seperti UU, PP, Perpres, Peraturan Menteri & Lembaga, serta peraturan perundang-undangan di daerah Perda & Perkada, dibentuk & diterbitkan. Diterbitkannya & berlakunya peraturan perundang-undangan “diniatkan” untuk mengatur segala macam aktivitas pemerintahan & masyarakat. Namun, tidak diniatkan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu baik pihak pemerintah maupun masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaanya kebijakan-kebijakan ini “dibelokan” penggunaannya untuk kepentingan tertentu, atau disalahgunakan oleh para pihak dengan pemaknaan yang saling berbenturan hingga keliru dalam penggunaannya akibat salah memaknainya.
Dalam pembentukan suatu kebijakan, tentunya telah dilandaskan pada landasan filosofi, sosiologi & yuridis, serta didasarkan pada peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu, suatu kebijakan dibentuk harus didasarkan pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi: kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, keterbukaan.

Salah satu kebijakan yang mengatur aktivitas pemerintahan & masyarakat adalah kebijakan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa, dengan jenis peraturan perundang-undangan Perpres & Peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Kebijakan dimaksud, adalah kebijakan penyelesaian kontrak, perubahan kontrak, pemberian kesempatan 54 Hari & kebijakan plus-plus (sesuai kebutuhan) sebagaimana yang diatur dalam Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dirubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, & Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.
Kebijakan plus-plus, bagi saya adalah kebijakan yang sangat merugikan pemerintah & masyarakat pada khususnya. Kerugian, berkaitan dengan pemanfaatan hasil & produk pekerjaan, misalnya, jalan, jembatan, bangunan & sebagainya. Pekerjaan yang semestinya dikerjakan & diselesaikan dalam tempo 90 Hari, akibat “dibukanya” kebijakan plus-plus memungkinkan untuk diberikan kesempatan 50 Hari hingga ditambah Hari yang kedua tanpa batas waktu.
Kebijakan plus-plus ini hanya diatur dengan peraturan perundang-undangan terendah yang tak masuk dalan hierarkhi peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan LKPP. Era Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, kebijakan plus-plus diatur dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mengapa kebijakan plus-plus hanya ditempatkan kedalam Peraturan LKPP & tidak ditempatkan pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018. Walaupun, kebijakan plus-plus merupakan amanah Pasal 91 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 bahwa kebijaan plus-plus ditetapkan dengan Peraturan Kepala LKPP, yang kekuatannya sederajat dengan Perkada (vide Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Padahal kebijakan plus-plus, kebijakan yang maha penting penuh resiko, berpotensi disalahgunakan, & berpotensi merugikann keuangan Negara.
Kebijakan plus-plus adalah kebijakan pada ranah penyelesaian kontrak/pekerjaan & perubahan kontrak, maka siapakah yang paling bertanggungjawab atas perubahan kontrak akibat kebijakan plus-plus?. Kepala Daerah kah. Sekda kah, atau PA/KPA/PPK?. Yang bertanggungjawab atas kebijakan plus-plus adalah PPKontrak (Pejabat Penandatangan Kontrak).
PERPANJANGAN WAKTU & PEMBERIAN KESEMPATAN
Dikesaharian, banyak diantara kita yang mencampuradukan antara makna perpanjangan waktu dengan pemberian kesempatan. Dari perspekrif Perpres Nomor 16 Tahun 2018, makna perpanjangan waktu dengan pemberian kesempatan berada pada ranah yang sama perubahan kontrak atau penyelesaian kontrak/pekerjaan, namun berbeda dalam pemaknaannya.
Jika perpanjangan kontrak berkenaan dengan keadaan kahar (suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi). Sedangkan pemberian kesempatan berkaitan dengan penyelesaian kontrak. Hal ini, jika penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak berakhir, namun PPK (pejabat pembuat komitmen) menilai bahwa penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
Berikut ini rumusan perubahan kontrak, perpanjangan waktu dan pemberian kesempatan menurut Perpres Nomor 16 Tahun 2018 beserta perubahannya. Perubahan kontrak. Perubahan kontrak dalam Pasal 54 Perpres Nomor 16 Tahun 2018, dinyatakan: (1). Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang meliputi: (a). menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalam Kontrak; (b). menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan; (c). mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/ atau (d). mengubah jadwal pelaksanaan. (2). Dalam hal perubahan kontrak mengakibatkan penambahan nilai kontrak, perubahan kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal.
Pemberian kesempatan. Pemberian kesempatan berkaitan dengan penyelesaian kontrak. Pemberian kesempatan/penyelesaian kontrak dijelaskan dalam Pasal 56 Perpres Nomor 16 tahun 2018: (1). Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan. (2). Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan, dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. (3). Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan, dapat melampaui Tahun Anggaran.
Perpanjangan waktu. Perpanjangan waktu berkaitan dengan keadaan kahar. Keadaan kahar/perpanjangan waktu dijelaskan dalam Pasal 55 Perpres Nomor 16 Tahun 2018: (1). Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan. (2). Dalam hal pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak. (3). Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran. (4) Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak.
Selain itu, batasan soal kahar dijelaskan dalam Pasal 1 angka 52 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang dinyatakan, keadaan kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam Kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. Tidak termasuk keadaan kahar adalah hal-hal merugikan yang disebabkan oleh perbuatan/kelalaian para pihak. Contoh keadaan kahar dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa tidak terbatas pada: bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, kondisi cuaca ekstrim, dan gangguan industry lainnya.
Pemaknaan soal keadaan kahar sedikit terjelaskan dalam Perpres 16 Tahun 2018, namun lebih terjelaskan dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021. (1). Dalam hal terjadi keadaan kahar, PPKontrak atau Penyedia memberitahukan tentang terjadinya keadaan kahar kepada salah satu pihak secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak menyadari atau seharusnya menyadari atas kejadian atau keadaan yang merupakan keadaan kahar. (2). Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan atau dilanjutkan setelah kondisi kahar berakhir. (3). Dalam hal pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak. (4). Jangka waktu penyelesaian pekerjaan dapat diperpanjang sekurang-kurangnya sama dengan jangka waktu terhentinya kontrak akibat keadaan kahar. (5). Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak dapat melewati Tahun Anggaran. (6). Perubahan waktu pelaksanaan akibat keadaan kahar atau peristiwa kompensasi yang melampaui Tahun Anggaran dapat dilakukan dengan ketentuan: (a). Berdasarkan analisa PPKontrak akan lebih efektif apabila dilakukan perpanjangan waktu; (b). berdasarkan analisa PPKontrak, Penyedia dinilai akan mampu menyelesaikan pekerjaan; (c). Jaminan Pelaksanaannya diperpanjang sesuai dengan masa perpanjangan waktu yang diberikan; (d). PA memberikan komitmen untuk mengalokasikan anggaran pada Tahun Anggaran berikutnya; (e). Apabila berdasarkan Analisa PPKontrak tidak memenuhi persyaratan diatas, maka dapat dilakukan tambah dan kurang pekerjaan atau penghentian sementara Kontrak. (7). Dalam hal pelaksanaan Kontrak dihentikan, para pihak menyelesaikan kewajiban yang telah dilaksanakan. Penyedia berhak untuk menerima pembayaran sesuai dengan prestasi atau kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang telah dicapai. (8). Selama masa keadaan kahar, jika PPKontrak memerintahkan secara tertulis kepada Penyedia untuk sedapat mungkin meneruskan pekerjaan, maka Penyedia berhak untuk menerima pembayaran sebagaimana ditentukan dalam Kontrak dan mendapat penggantian biaya yang wajar sesuai dengan kondisi yang telah dikeluarkan untuk bekerja dalam keadaan kahar. (9). Ketentuan terkait tindak lanjut penyelesaian terjadinya keadaan kahar ditetapkan dalam SSKK atau adendum kontrak berdasarkan hasil negosiasi PPK dengan Penyedia. (10). Kegagalan salah satu pihak memenuhi kewajiban yang disebutkan dalam Kontrak bukan merupakan cidera janji/wanprestasi jika disebabkan oleh karena keadaan kahar.
PEMUTUSAN KONTRAK
Dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021, dinyatakan Pemutusan Kontrak adalah tindakan yang dilakukan oleh PPKontrak atau Penyedia untuk mengakhiri berlakunya kontrak karena alasan tertentu. Terdapat 2 lembaga yang berwenang memutus kontrak, yakni PPKontrak dan Penyedia.
Berikut, alasan-alasam jika PPKontrak melakukan pemutusan Kontrak: (a). Penyedia terbukti melakukan korupsi, kolusi dan/atau nepotisme, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pengadaan yang diputuskan oleh Instansi yang berwenang; (b). Pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan korupsi, kolusi dan/atau nepotisme dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh Instansi yang berwenang; (c). Penyedia berada dalam keadaan pailit; (d). Penyedia terbukti dikenakan Sanksi Daftar Hitam sebelum penandatangan Kontrak; (e). Penyedia gagal memperbaiki kinerja setelah mendapat Surat Peringatan sebanyak 3 kali; (f). Penyedia tidak mempertahankan berlakunya Jaminan Pelaksanaan; (g). Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; (h). berdasarkan penelitian PPKontrak, Penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; (i). setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; atau (j). Penyedia menghentikan pekerjaan selama waktu yang ditentukan dalam Kontrak dan penghentian ini tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan pengawas pekerjaan.
Sedangkan alasan-alasan pemutusan kontrak oleh penyedia: (a). Setelah mendapatkan persetujuan PPKontrak, Pengawas pekerjaan memerintahkan Penyedia untuk menunda pelaksanaan pekerjaan atau kelanjutan pekerjaan, dan perintah tersebut tidak ditarik selama waktu yang ditentukan dalam Kontrak. (b). PPKontrak tidak menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk pembayaran tagihan angsuran sesuai dengan yang disepakati sebagaimana tercantum dalam Syarat-syarat Kontrak. Apabila terjadi Pemutusan kontrak secara sepihak: (a). PPKontrak melakukan evaluasi atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan; (b). PPKontrak membayar pekerjaan yang telah dikerjakan Penyedia dan dapat dimanfaatkan oleh PPK; (c). PPKontrak meminta Pokja Pemilihan untuk melakukan penunjukan langsung terhadap pemenang cadangan (apabila ada) atau Pelaku Usaha yang mampu; (d). Proses selanjutnya mengikuti mekanisme penunjukan langsung.
Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia: (a). Jaminan Pelaksanaan dicairkan; (b). Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau Jamina Uang Muka dicairkan (apabila diberikan); (c). Penyedia dikenakan sanksi Daftar Hitam.
Jika dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPKontrak karena kesalahan Penyedia, maka Pokja Pemilihan dapat menunjuk pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia yang mampu dan memenuhi syarat.
MENYOAL KEBIJAKAN PLUS-PLUS
Sesungguhnya yang saya maksudkan dengan kebijakan plus-plus adalah kebijakan sebagaimana yang diatur dalam angka 7.20 Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021, yakni pemberian kesempatan dalam hal penyelesaian kontrak/pekerjaan.
Substansi kebijakan ini, jika penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan kontrak berakhir, PPKontrak melakukan penilaian atas kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Hasil penilaian menjadi dasar bagi PPKontrak untuk: (1). Memberikan kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepada Penyedia menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender. Namun, dalam hal setelah diberikan kesempatan selama 50 hari kalender, Penyedia masih belum dapat menyelesaikan pekerjaan, PPKontrak dapat memberikan kesempatan Kedua untuk penyelesaian sisa pekerjaan dengan jangka waktu sesuai kebutuhan; atau melakukan pemutusan Kontrak dalam hal Penyedia dinilai tidak akan sanggup menyelesaikan pekerjaannya.
Pemberian kesempatan kepada Penyedia baik pemberian kesempatan 50 Hari & pemberian kesempatan untuk kedua kali, dituangkan dalam addendum kontrak yang didalamnya mengatur pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia & perpanjangan masa berlaku Jaminan Pelaksanaan (apabila ada). Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dapat melampaui tahun anggaran. Ketentuan penganggaran melampaui tahun anggaran didasarkan pada Perkada masing-masing daerah (ketentuan huruf F Pelaksanaan & Penatausahaan Belanja yg Melampaui Tahun Anggaran Permendagri Nomor 77 Tahun 2020). (2). Jika hasil penilaian PPKontrak tidak memberikan kesempatan kepada Penyedia & dilanjutkan dengan pemutusan kontrak serta pengenaan sanksi administratif dalam hal antara lain: (a). Penyedia dinilai tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; (b). Pekerjaan yang harus segera dipenuhi dan tidak dapat ditunda; atau (c). Penyedia menyatakan tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu, dibeberapa daerah akibat salah menggunakan dan keliru dalam memaknai PPU, dalam arti gagal paham soal kebijakan plus-plus malahan membuat kebijakan plus-plus tandingan. Kebijakan plus-plus tandingan saya maksud adalah bukan pemberian kesempatan 50 Hari namun 90 Hari. PPU yang digunakan adalah PMK Nomor 217 /PMK.05/2020 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran 2020 dan Akan Dilanjutkan atau PMK Nomor 184/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 Yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran 2021 dan Akan Dilanjutkan Pada Tahun Anggaran 2022. Kedua PMK ini hanya berlaku atas sumber dana APBN dan berlaku pada Kementerian/Lembaga, dan bukan pada Pemda.
Kebijakan plus-plus, yakni pemberian kesempatan 50 Hari kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dan dalam hal setelah diberikan kesempatan selama 50 Hari, penyedia masih belum dapat menyelesaikan pekerjaan, PPKontrak dapat memberikan kesempatan kedua untuk penyelesaian sisa pekerjaan dengan jangka waktu sesuai kebutuhan. Makna kebijakan plus-plus, pemberian kesempatan yang kedua dengan jangka waktu sesuai kebutuhan tanpa batas waktu, adalah kebijakan anomali. Kebijakan plus-plus, adalah kebijakan yang main-main. Selain itu, dalam kebijakan plus-plus diatur pemberian kesempatan kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan dapat melampaui tahun anggaran. Hal ini mengandung makna suatu kontrak pekerjaan hasil kebijakan plus-plus sudah lebih dari pada kontrak tahun jamak. Sebab kebijakan plus-plus penyelesaian pekerjaannya lebih dari 12 bulan atau lebih dari 1 tahun anggaran atau manfaatnya lebih 1 hingga 3 tahun anggaran.
Sesungguhnya kebijakan plus-plus adalah pilihan, bukan sesuatu keharusan. Pilihan diantara diberi kesempatan atau pemutusan kontrak. Pilihan pemberian kesempatan melalui penilaian PPKontrak sangat subyektif kala tidak dilakukan sesuai mekanisme yang sudah diatur. Sedangkan pilihan pemutusan kontrak adalah pilihan obyektif. Pilihan pemberian kesempatan atau pemutusan kontrak tentunya melalui penilaian atas pengendalian waktu baik atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan & kontrak kritis. Apabila penyedia terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal, maka PPKontrak harus memberikan peringatan secara tertulis atau memberlakukan ketentuan kontrak kritis, seperti peringatan tertulis, Surat Peringatan Kontrak Kritis I, Surat Peringatan Kontrak Kritis II, Surat Peringatan Kontrak Kritis III setelah melalui rapat pembuktian (show cause meeting/SCM). Apakah penilaian atas pengendalian waktu baik atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan & kontrak kritis dilakukan?. Wallahu A’lam Bishawab.
Terdapat 2 lembaga yang berwenang memutus kontrak, yakni PPKontrak & Penyedia. Alasan pemutusan kontrak oleh PPKontrak: (1). Penyedia tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 hari. (2). Setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari penyedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan. (3). Penyedia menghentikan pekerjaan selama waktu yang ditentukan dalam Kontrak & penghentian ini tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan pengawas pekerjaan. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia: (a). Jaminan pelaksanaan dicairkan; (b). Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia atau Jamina Uang Muka dicairkan (apabila diberikan); (c). Penyedia dikenakan sanksi Daftar Hitam.
Bagi saya, kebijakan plus-plus bukanlah kebijakan pilihan tapi pilihan yang tepat adalah pemutusan kontrak. Jika kebijakan plus-plus yang diberlakukan, maka penyedia akan diperhadapkan dengan denda keterlambatan yang tak kunjung berakhir.[***]
Oleh: Yusran Lapananda
Penulis adalah Penulis Buku Catatan Hukum Keuangan Daerah & PNS pada JPTP