Gonjang-ganjing terkait akuisisi PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK) oleh Visionary Capital Global Pte Ltd semakin menarik perhatian publik dan investor. Perusahaan milik Janni ini sedang berada di ambang akuisisi dengan kepemilikan 59,34% saham yang sedang dalam proses jual beli. Namun, hal ini terhambat oleh sejumlah tantangan, termasuk masalah stokk expired yang terus menumpuk.
Direktur Utama TGUK, Maulana Hakim, menjelaskan bahwa akuisisi ini masih menunggu beberapa klarifikasi dari regulator pasar modal, yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jatuh tempo dari proses jual beli ini adalah 30 September 2025. Apabila semua syarat tidak dipenuhi hingga tenggat waktu tersebut, perjanjian otomatis akan batal. Ketidakpastian ini turut berdampak pada stabilitas saham TGUK di BEI.
Meskipun proses akuisisi belum final, Visionary Capital Global telah menempatkan orang-orangnya sebagai komisaris dan direktur di TGUK. Manajemen perusahaan menyatakan bahwa mereka sangat serius dalam akuisisi ini. Namun, ada sejumlah persoalan internal yang sedang dipantau dan diperiksa, termasuk penggunaan dana dari IPO serta laporan keuangan perusahaan yang perlu diaudit ulang.
Lebih menarik lagi, buku laporan keuangan yang akan dipresentasikan juga mengungkapkan adanya barang kadaluarsa senilai Rp22,5 miliar. Dalam upaya “mengamankan” laporan keuangan, angka tersebut diubah menjadi Rp1,1 miliar pada akhir Desember 2024. Hal ini menjadi sorotan tajam, apalagi TGUK melaporkan bahwa jumlah gerai mereka telah menurun drastis dari 180 menjadi hanya 26 di akhir tahun 2023, mencerminkan penurunan performa bisnis yang signifikan.
Keberadaan barang kadaluarsa ini bukan hanya menambah beban finansial, tetapi juga menjadi indikasi bahwa TGUK menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan model bisnis yang berkelanjutan. Penutupan sejumlah gerai menjelaskan alasan di balik penurunan yang mencolok ini. Lingkungan pasar yang tidak mendukung diyakini turut menyebakan hal ini.
“Adanya barang rusak dan expired disebabkan oleh menurunnya bisnis perusahaan,” tegas manajemen TGUK dalam pernyataan resmi. Situasi ini tentunya menciptakan kehawatiran di kalangan calon investor yang sedang mengamati efektivitas pemulihan dari TGUK.
Keterkaitan Janni, calon penerima manfaat akhir, dengan Eddie, Direktur PT Estika Tata Tiara Tbk (BEEF), juga membangkitkan tanda tanya. Meskipun manajemen TGUK menegaskan bahwa tidak ada hubungan hukum dan operasional dengan BEEF, situasi ini menambah kompleksitas dalam akuisisi yang kini tengah diproses.
Harapan akan penemuan jalan keluar untuk situasi ini tampaknya masih jauh. Dengan kondisi internal yang rumit, kurangnya transparansi, serta potensi kehilangan kepercayaan dari investor, tantangan TGUK jelas akan semakin berdampak pada hasil akhirnya.
Sementara itu, situasi ini menantang Visionary Capital Global untuk berkomitmen penuh. Mereka harus segera menemukan solusi efektif untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BEI dan OJK. Untuk ini, TGUK perlu menunjukkan kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan dan transparansi yang diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan investor di pasar yang semakin ketat.
Krisis ini tentunya menjadi alarm bagi semua pihak yang menaruh harapan pada TGUK. Dalam pergerakan ke depan, perusahaan harus memperbaiki laporan keuangannya dan menjelaskan secara jelas rencana pemulihan untuk menjalankan operasional secara optimal.
