
Batas kemiskinan di Indonesia yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa individu yang mengeluarkan kurang dari Rp20.305 per hari tergolong miskin. Penetapan ini bukan hanya berdasar pada pendapatan tetapi mengacu pada pengeluaran konsumsi per kapita. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, garis kemiskinan nasional berada di angka Rp609.160 per bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa seseorang yang hanya dapat membelanjakan di bawah Rp20.000 per hari masuk dalam kategori miskin.
Metode Penetapan Garis Kemiskinan
BPS menggunakan pendekatan Cost of Basic Needs (CBN) untuk menghitung garis kemiskinan. Metode ini menjelaskan kebutuhan dasar minimal yang dibagi menjadi kebutuhan pangan dan non-pangan. Pengeluaran untuk pangan diketahui mencapai 74,58% dari total garis kemiskinan. Kebutuhan non-pangan meliputi biaya untuk sandang, tempat tinggal, transportasi, kesehatan, dan pendidikan. Pusat data seperti Susenas memungkinkan penghitungan ini dilakukan secara kolektif, dengan pengeluaran rumah tangga dirata-rata per kapita agar bisa dipahami oleh masyarakat luas dan pengambil kebijakan.
Indikator Utama: Pengeluaran, Bukan Pendapatan
Salah satu aspek yang mencolok dalam penetapan garis kemiskinan BPS adalah fokus pada pengeluaran konsumsi. Data BPS menyatakan bahwa pengeluaran ini menjadi indikator utama, yang berarti bahwa seseorang dengan penghasilan tinggi namun tetap hemat dalam pengeluaran dapat dianggap miskin jika belanjanya berada di bawah batas tersebut. Sebaliknya, individu yang berpenghasilan rendah tetapi mengeluarkan lebih dari Rp20.305 per hari tidak dikategorikan sebagai miskin.
Perbedaan Regional dalam Penetapan Garis Kemiskinan
BPS juga memperhatikan karakteristik wilayah saat menentukan batas kemiskinan. Untuk wilayah perkotaan, garis kemiskinan tercatat lebih tinggi, yaitu Rp629.561 per bulan, sedangkan untuk daerah pedesaan mencapai Rp580.349. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan ekonomi dan biaya hidup bervariasi secara signifikan antara kota dan desa.
Statistik Kemiskinan di Indonesia
Data BPS mencatat bahwa jumlah penduduk miskin nasional per Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Meski terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya, kemiskinan di pedesaan tetap lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Ketidakmerataan ini menunjukkan perlunya tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di kawasan yang terpinggirkan.
Dampak bagi Kebijakan Sosial
Pelaksanaan penetapan garis kemiskinan ini menjadi acuan penting bagi pemerintah dalam merancang kebijakan sosial. Ini juga berpengaruh pada penetapan siapa yang berhak menerima bantuan sosial dan strategi pengentasan kemiskinan yang lebih tepat sasaran. Dengan menyandarkan kebijakan pada data yang akurat, diharapkan dapat tercipta program yang lebih efektik dan efisien.
Kesimpulan Sementara
Dengan pemahaman yang mendalam mengenai batas kemiskinan, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mengenali kondisi mereka dan implikasinya. Kedepan, langkah-langkah strategis tidak hanya diperlukan dari pemerintah, tetapi juga partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan. Data yang akurat dari BPS memperkuat upaya ini dengan memberikan gambaran jelas tentang tantangan yang ada.





