Pelaku usaha di sektor tambang saat ini berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol bersih dalam aktivitas bisnis mereka. Namun, untuk merealisasikan komitmen tersebut, para pengusaha menghadapi sejumlah tantangan serius yang perlu diatasi. Menurut Anggawira, Ketua Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), terdapat empat isu utama yang menjadi penghalang.
Pertama, masalah terkait teknologi dan infrastruktur. Banyak perusahaan tambang yang belum mengadopsi teknologi rendah karbon yang terjangkau, seperti alat berat berbasis solar atau sistem logistik batu bara yang masih bergantung pada energi fosil. Anggawira menegaskan bahwa kurangnya fasilitas dan perangkat yang efisien membuat transisi energi menjadi lebih sulit.
Kedua, insentif ekonomi yang belum memadai juga menjadi faktor penghambat. Pelaku usaha mengalami kesulitan untuk berinvestasi dalam transisi energi jika tidak ada skema fiskal yang menarik. Misalnya, penyediaan insentif pajak bagi perusahaan yang menggunakan energi terbarukan masih perlu dioptimalkan agar lebih banyak pelaku usaha berpartisipasi dalam upaya NZE.
Ketiga, masalah regulasi yang tumpang tindih dan inkonsisten menghadirkan tantangan baru. Anggawira menyebutkan bahwa beberapa regulasi pada sektor lingkungan dan energi tidak saling mendukung. Hal ini menyulitkan pelaku usaha yang diharapkan mengurangi emisi, tetapi di saat yang sama, dihadapkan pada kesulitan perizinan untuk proyek-proyek energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya atau reforestasi.
Keempat, akses pendanaan hijau menjadi isu signifikan, terutama bagi perusahaan tambang skala menengah dan kecil. Banyak dari mereka kesulitan mendapatkan akses ke pembiayaan yang ramah lingkungan atau dana terkait Environmental, Social, and Governance (ESG). Syarat yang rumit sering kali hanya menguntungkan perusahaan besar, sehingga memperlebar kesenjangan dalam sektor ini.
Oleh karena itu, Anggawira mendorong seluruh pihak, termasuk pemerintah dan pelaku usaha, untuk bersatu dalam menyusun solusi untuk mencapai target NZE khususnya di sektor pertambangan. Peta jalan ekonomi hijau yang telah dirancang harus diimplementasikan dengan serius. “Kita perlu mendekati transisi ini bukan dengan cara moralistik, tetapi dengan pendekatan yang realistis dan berbasis data,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Anggawira mencatat bahwa transisi energi harus dipandang sebagai peluang bisnis baru, bukan sekadar beban. Dengan mendorong inovasi dan investasi berkelanjutan, sektor pertambangan di Indonesia dapat berkontribusi pada tujuan global dalam mengurangi emisi karbon.
Upaya untuk mencapai NZE di sektor tambang memerlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah dan sektor swasta. Insentif yang tepat serta dukungan teknologi dan keuangan bisa menjadi kunci agar komitmen untuk pengurangan emisi dapat terwujud.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan dalam mencapai NZE cukup besar, dengan kerjasama dan kebijakan yang tepat, sektor pertambangan Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam upaya keberlanjutan. Implementasi kebijakan yang mendukung, serta inovasi dalam teknologi dan praktik tambang yang lebih ramah lingkungan, adalah langkah awal yang penting untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.





