Belanja bahan pokok dengan anggaran Rp 100.000 kini tak lagi mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Kenaikan harga komoditas yang terus-menerus terjadi menyebabkan konsumen merasakan dampak signifikan dalam pengeluaran mereka. Misalnya, Maslah, seorang ibu rumah tangga di Pasar Bukit, Pamulang, Tangerang Selatan, mengungkapkan bahwa dengan anggota keluarga empat orang, termasuk dua anak laki-lakinya yang sudah dewasa, uang Rp 100.000 tak cukup untuk menyuplai kebutuhan pangan harian.
Menurutnya, harga beras per liter mencapai Rp 15.000. Ia memerlukan dua liter beras yang sudah menghabiskan Rp 30.000, ditambah dengan harga ayam utuh sebesar Rp 45.000. “Jadi, bisa lebih dari Rp 100.000 hanya untuk beras dan ayam,” jelasnya saat ditemui oleh wartawan detikcom pada 30 Juli 2025.
Lain lagi cerita Lia, seorang ibu rumah tangga berusia 29 tahun. Ia juga merasakan peningkatan pengeluaran untuk makanan sehari-hari. Meskipun menyatakan bahwa Rp 100.000 dapat mencukupi kebutuhan untuk satu hingga dua hari, itu hanya berlaku jika beberapa bahan pokok seperti beras dan bumbu sudah tersedia. “Kalau membeli bumbu, belanja sehari saja sudah lebih dari Rp 100.000,” terang Lia.
Meningkatnya inflasi menjadi bukti nyata bahwa harga bahan pokok mengalami lonjakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia pada April 2025 sebesar 1,17% secara bulanan, dan bulan-bulan berikutnya menunjukkan fluktuasi. Misalnya, Mei lalu mengalami deflasi sebesar 0,37%, sementara inflasi kembali terjadi pada Juni dengan angka 0,19%.
Penyebab utama dari inflasi ini antara lain adalah kenaikan biaya produksi dan permintaan pasar yang tidak seimbang. Beberapa komoditas yang mengalami lonjakan harga termasuk cabai, bawang merah, serta bahan pokok penting seperti beras. Hal ini tentu saja berdampak pada pengeluaran rumah tangga, yang mengharuskan mereka untuk merogoh kocek lebih dalam.
Menurut Maslah, diasumsikan pengeluaran untuk seminggu bisa mencapai Rp 800.000 hingga Rp 1 juta, belum termasuk biaya jika memilih untuk membeli makanan matang. Ketidakpastian harga bahan pangan, di mana harga cabai rawit bisa meroket, juga menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat. “Saya harus tetap membeli cabai meskipun harganya naik, karena suami dan anak-anak suka pedas,” ungkap Lia.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan rumah tangga semakin menantang. Banyak keluarga yang kini terpaksa menyesuaikan pola makan dan mengandalkan bahan makanan yang tersedia untuk menghindari pemborosan. Dengan kata lain, masyarakat harus lebih cermat dalam berbelanja agar tetap dapat memenuhi kebutuhan harian mereka meskipun harga barang terus meningkat.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana inflasi telah mempengaruhi daya beli masyarakat. Kenaikan harga bahan pokok secara langsung berimbas pada kesejahteraan家庭. Dalam situasi ini, peran pemerintah dan kebijakan ekonomi yang baik sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah inflasi agar masyarakat tidak terus terbebani dengan kenaikan harga yang merugikan.
Selain itu, edukasi mengenai manajemen keuangan rumah tangga juga sangat penting untuk diintensifkan. Hal ini agar masyarakat bisa beradaptasi dengan keadaan ekonomi yang terus berfluktuasi. Dalam ketidakpastian ini, kemampuan untuk berbelanja dengan efisien dan efektif menjadi kunci untuk bertahan di tengah tekanan inflasi yang menggerogoti isi dapur keluarga.





