Pengusaha ritel di Indonesia kini dihadapkan pada dilema berat berkaitan dengan penjualan beras terindikasi oplosan. Pemerintah mengeluarkan imbauan agar barang tersebut tetap dijual di ritel tetapi dengan harga yang lebih rendah. Namun, di sisi lain, ada tekanan dari kelompok masyarakat dan ancaman aksi demo yang menuntut agar beras tersebut tidak ditampilkan di rak toko.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, menuturkan bahwa pihaknya kesulitan untuk melanjutkan penjualan beras yang teridentifikasi sebagai oplosan. Ia menegaskan bahwa ritel bukanlah produsen dari beras tersebut. “Kami dihadapkan pada risiko unjuk rasa jika tetap menampilkan barang tersebut,” jelasnya pada Kamis (31/7/2025).
Situasi semakin rumit ketika Aliansi Mahasiswa Anti Mafia Hukum Jawa Barat mengirimkan surat permintaan agar ritel tidak menjual beras oplosan. Ancaman aksi massa telah muncul, menambah tekanan yang dirasakan oleh pengusaha ritel. “Kalau kami tetap melanjutkan, apa yang harus kami lakukan saat ada protes dari masyarakat?” keluh Solihin.
Corporate Affair Director Alfamart menyatakan bahwa pihaknya menerima imbauan dari Satgas Pangan untuk tetap menjual beras tersebut. Namun, protes dari berbagai pihak membuat mereka bingung. “Kami mengharapkan Badan Pangan Nasional dan Satuan Tugas Pangan memberikan ketegasan agar isu ini bisa diselesaikan,” ungkapnya.
Ritel modern seperti Alfamart pun telah melakukan penarikan stok beras sejak akhir pekan lalu, mengikuti permintaan dari masyarakat dan penegak hukum. Dalam laporan, Solihin menyampaikan bahwa ritel mengalami pemeriksaan oleh aparat hukum, dan mendapatkan syarat yang harus dipenuhi untuk melanjutkan operasi mereka. “Salah satu contohnya adalah surat dari Kepolisian Jawa Timur yang mencantumkan 13 syarat pemeriksaan,” katanya.
Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat juga memberikan tekanan agar ritel menarik beras dari edaran. Salah satu ormas tertentu telah memberikan imbauan agar beras tersebut ditarik dalam waktu tiga hari. “Jika dalam 3×24 jam beras itu masih beredar, kami akan melakukan aksi massa di depan PT Alfaria Trijaya,” tulis mereka dalam surat yang diterima media.
Kondisi ini mencerminkan ketegangan antara pemerintah dan pengusaha ritel, di mana pemerintah ingin mempertahankan stabilitas pasokan pangan sambil menghadapi tekanan dari masyarakat untuk menanggapi keprihatinan tentang kualitas beras. Para pengusaha ritel, di sisi lain, ingin memastikan bahwa mereka dapat beroperasi dengan aman tanpa risiko demonstrasi atau sanksi hukum.
Protes dan demo ini tidak hanya berdampak pada reputasi ritel tetapi juga dapat mengganggu rantai pasokan. Solihin menyerukan agar pemerintah perlu memberikan panduan yang lebih jelas dan tegas tentang langkah-langkah yang harus diambil terkait beras oplosan. “Kami ingin tidak hanya sekadar menunggu atau beradaptasi dengan situasi, tetapi juga mendapatkan arahan yang kuat dari pihak berwenang,” tuturnya.
Selain itu, penarikan barang beras yang terindikasi oplosan ini juga berimplikasi pada konsumen. Kelompok tersebut berharap pemerintah segera turun tangan dalam menangani masalah ini secara positif. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap produk pangan yang dijual di ritel dapat dipulihkan.
Dengan protes yang terus meningkat, jelas bahwa dilema ini membutuhkan solusi yang bijak agar semua pihak terlibat dapat menemukan jalan tengah yang menguntungkan. Pengusaha ritel berharap agar situasi ini segera mendapatkan pencerahan dari Badan Pangan Nasional dan pihak-pihak terkait lainnya. Pemerintah, pada gilirannya, harus bisa menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat dengan kebutuhan pasar.





