Waspada! Penipuan Voucer dan Review Palsu Marak di Belanja Online

Belanja online telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menawarkan kenyamanan sekaligus kemudahan. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat risiko penipuan yang semakin marak, khususnya melalui teknik penipuan voucer dan review palsu. Fenomena ini menjadi perhatian serius, karena banyak konsumen yang tanpa sadar tertipu oleh modus-modus kreatif yang semakin canggih.

Menurut National Institute of Standards and Technology (NIST), social engineering adalah teknik yang sering digunakan oleh pelaku penipuan untuk membujuk korban agar mengungkapkan data sensitif. Hal ini dapat terjadi melalui manipulasi psikologis yang membuat korban merasa aman untuk memberikan informasi pribadi atau melakukan transaksi tanpa menyadari bahaya yang mengintai.

Celah di Data Pribadi

Jonathan Kriss, Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami), memperingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati saat membagikan informasi pribadi di platform online. "Kita seringkali lengah dan oversharing informasi penting yang sebenarnya sangat perlu untuk dijaga kerahasiaannya,” ujarnya. Penggunaan data pribadi dalam review produk bisa menjadi celah bagi pelaku penipuan untuk mendapatkan informasi lebih pribadi seperti nama dan nomor telepon.

Iming-Iming Voucer dan Cashback

Satu di antara modus penipuan yang sering digunakan adalah baiting. Dalam skema ini, pelaku menawarkan voucer, cashback, atau bonus belanja yang terlihat menarik. Setelah memperoleh informasi korban, pelaku akan menghubungi mereka dengan mengaku sebagai perwakilan e-commerce. Mereka menawarkan voucer atau cashback dengan syarat tertentu sebelum mengarahkan korban untuk mengunduh aplikasi pinjaman online yang belum terdaftar.

Setelah itu, mereka akan meminta korban untuk mengisi aplikasi pinjaman dan mentransfer dana pinjaman ke rekening pelaku, sambil menjanjikan pengembalian bersama voucer yang dijanjikan. Jonathan menegaskan bahwa AdaKami tidak pernah meminta pengguna untuk mengirim dana ke rekening yang tidak jelas, menandakan pentingnya ketelitian dalam setiap transaksi yang dilakukan.

Ancaman Pelanggaran Review

Modus lain yang perlu dicermati adalah pretexting. Dalam skema ini, pelaku membuat korban panik dengan mengklaim bahwa review produk yang mereka lakukan melanggar aturan e-commerce. Agar terhindar dari sanksi, korban diarahkan untuk berbelanja di akun e-commerce milik pelaku dengan menggunakan sistem pembayaran "buy now pay later." Jika limit tersebut habis, mereka akan disuruh mengajukan pinjaman online dan mentransfer dana pinjaman tersebut ke akun pelaku.

“Biasanya, akun e-commerce ini adalah milik pelaku. Ini adalah cara pelaku untuk mendapatkan uang dari korban,” jelas Jonathan. Hal ini menegaskan pentingnya kewaspadaan dalam memverifikasi informasi yang diterima secara online.

Tips Aman Hindari Penipuan

Agar tidak terjebak dalam penipuan, Jonathan menganjurkan beberapa langkah yang dapat diambil oleh masyarakat. Pertama, cek ulang nomor yang menghubungi melalui aplikasi identifikasi nomor tak dikenal. Kedua, konfirmasi langsung informasi yang diterima dengan menghubungi nomor telepon, email, atau media sosial resmi platform yang bersangkutan. Terakhir, jika terkonfirmasi bahwa nomor tersebut adalah penipu, jangan ragu untuk memblokir dan melaporkan.

Dengan berkembangnya teknologi, modus penipuan juga semakin bervariasi. Oleh karena itu, masyarakat harus tetap waspada dan tidak lelah untuk aktif melakukan konfirmasi ulang terhadap setiap informasi atau instruksi yang diterima. Pengetahuan dan sikap hati-hati adalah kunci untuk menghindari kerugian akibat penipuan yang merugikan.

Belanja online memang memberikan kemudahan, tapi tanpa waspada, risiko penipuan dapat menghantui setiap transaksi. Masyarakat diajak untuk lebih cerdas dan kritis dalam menyikapi setiap tawaran yang tampak terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

Berita Terkait

Back to top button