Beras Curah di Warung Madura Diburu Warga: Paling Laku & Harga Murah

Warung kelontong, yang dikenal sebagai warung Madura, kini semakin ramai dikunjungi warga yang mencari beras curah. Kenaikan permintaan beras di warung-warung ini terlihat jelas, terutama untuk jenis beras yang harganya lebih terjangkau. Situasi ini mencerminkan gejala sosial yang berkembang di tengah kesulitan ekonomi masyarakat.

Rahmat, seorang pemilik warung di Kota Baru, Bekasi Barat, menyatakan bahwa penjualan beras di tokonya meningkat signifikan dalam dua minggu terakhir. Ia menjelaskan bahwa perputaran penjualan beras kini lebih cepat dibandingkan dengan produk lain, seperti rokok, yang sebelumnya menjadi unggulan penjualan. “Biasanya beli sekarung itu 50 kg, yang ini (beras Rp 12.000) biasanya 3-4 hari habis, sekarang 2-3 hari sudah habis,” ujarnya saat ditemui.

Dari tiga jenis beras yang dijualnya, beras medium dengan harga Rp 12.000 per liter menjadi yang paling diminati. Kenaikan angka penjualan beras ini dipicu oleh semakin tingginya biaya hidup yang membuat masyarakat lebih memilih produk dengan harga lebih murah. “Paling laku ya yang ini, beras Rp 12.000. Ya yang cepat laku itu yang murah,” tambah Rahmat. Menurutnya, orang kini lebih memprioritaskan kebutuhan dasar dan mencari beras yang dapat membuat mereka kenyang, terlepas dari kualitasnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Endah, penjaga warung Madura di kawasan Pulogebang, Jakarta Timur. Ia mengungkapkan bahwa penjualan beras di warungnya juga mengalami kenaikan, meskipun tidak separah yang dialami Rahmat. “Kalau beras paling (penjualan) nambah sedikit saja sih, nggak ramai-ramai banget gitu,” jelas Endah. Di warungnya, beras dengan harga Rp 12.000 per liter adalah yang paling laku, diikuti oleh beras Rp 11.000.

Predominasi permintaan untuk beras murah ini menunjukkan perubahan pola belanja masyarakat. Dengan banyaknya konsumen yang mencari harga yang lebih rendah, warung kelontong berhasil menarik minat pembeli yang sebelumnya mungkin lebih memilih minimarket. Walau begitu, tak semua warung merasakan fenomena ini. Beberapa warung di sekitar Pulogebang dan Bekasi tidak merasakan peningkatan signifikan dalam penjualan beras, karena mayoritas pembeli mereka adalah pelanggan tetap dari daerah sekitar.

Kenaikan permintaan beras curah di warung Madura bukan hanya menjadi indikasi perubahan perilaku konsumen, tetapi juga mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat yang terus menghadapi tantangan. Harga beras yang terjangkau di warung memungkinkan warga untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka tanpa terbebani biaya yang tinggi. Rahmat dan Endah mengamini bahwa masyarakat kini lebih mengutamakan efisiensi dalam pengeluaran sehari-hari.

Munculnya tren ini juga diiringi oleh pengaruh harga beras di pasar yang terus berfluktuasi. Di warung Rahmat, varian beras seharga Rp 13.000 per liter justru menjadi kurang laku. “Kalau yang ini (beras Rp 13.000) nggak beda jauh, paling 3-4 hari habis, tapi sekarang lebih sering 3 hari habis,” ujar Rahmat. Banyak pembeli yang mencari pilihan lebih murah, bahkan menanyakan tentang harga beras Rp 11.000, meskipun kualitasnya dianggap kurang.

Permintaan beras curah yang meningkat di warung Madura memberikan gambaran mengenai bagaimana masyarakat beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang menuntut mereka untuk lebih cermat dalam berbelanja. Beras dengan harga yang lebih terjangkau menjadi solusi bagi banyak keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Ketersediaan beras di warung Madura tidak hanya menciptakan akses bagi warga, tetapi juga memberikan dukungan kepada perekonomian lokal. Dengan menjadikan warung kelontong sebagai prioritas utama dalam berbelanja, konsumen bersama-sama membantu mempertahankan usaha kecil dan menengah yang ada di sekitar mereka. Inisiatif ini dapat menjadi contoh positif bagi masyarakat dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan.

Berita Terkait

Back to top button