Bea Cukai Tanjung Priok, berkolaborasi dengan TNI Angkatan Laut, baru-baru ini menggagalkan pemasukan ribuan bal pakaian bekas dan tas bekas yang diduga diimpor secara ilegal. Penindakan ini terjadi antara 9 hingga 12 Agustus 2025, ketika tim mengidentifikasi tujuh peti kemas yang berisi balpres di Kapal KM Eagle Mas V.1225 yang sandar di pelabuhan Tanjung Priok.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menjelaskan bahwa langkah ini diambil sebagai upaya melindungi industri tekstil dalam negeri yang tengah terpuruk. “Kami gencar menangani barang ilegal yang bisa merusak industri dalam negeri. Jika dibiarkan, dampak buruk bagi perekonomian Indonesia tidak dapat dihindari,” ungkapnya dalam konferensi pers.
Proses penggagalan ini dimulai dari informasi yang didapat dari berbagai sumber intelijen dan pengembangan perkara sebelumnya, kemudian diintegrasikan untuk mendeteksi keberadaan barang ilegal tersebut. Setelah ditemukan, peti kemas tersebut dipindai, dan tiga dari tujuh peti kemas terbukti berisi barang terlarang.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, petugas menemukan 747 bal pakaian dan aksesori bekas serta 8 bal tas bekas, dengan nilai total sekitar Rp 1,51 miliar. Penindakan ini menjadi bagian dari rangkaian tindakan yang telah dilakukan Bea Cukai, yang tercatat melakukan 2.584 kali penindakan terkait balpres sejak tahun lalu, dengan total barang bukti mencapai 12.808 koli.
Asal-usul Pakaian Bekas Ilegal
Mayoritas pakaian bekas ilegal yang masuk ke Indonesia berasal dari Malaysia, terutama karena batas geografis kedua negara mempermudah penyelundupan. Data menunjukkan bahwa wilayah Kalimantan dan Selat Malaka, yang berbatasan langsung dengan Malaysia, menjadi jalur utama bagi barang-barang illegal ini. Djaka menambahkan bahwa meskipun ada juga pakaian dari negara-negara tetangga lain, frekuensi penyelundupan dari Malaysia tetap yang tertinggi.
Pakaian bekas yang masuk secara ilegal menjadi ancaman bagi industri lokal. Djaka menegaskan bahwa peredaran barang-barang ini berpotensi menurunkan citra bangsa di mata internasional, serta mengganggu kesehatan masyarakat karena kemungkinan membawa penyakit. “Kita harus menyadari bahwa barang-barang ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga kesehatan dan keberlangsungan industri dalam negeri,” imbuhnya.
Kerugian Ekonomi dan Langkah Pencegahan
Dari segi ekonomi, nilai kerugian yang ditimbulkan akibat penyelundupan ini tidak hanya hitungan harfiah dari pajak yang hilang. Hal ini juga berkaitan dengan kerugian imaterial yang lebih dalam, seperti dampak terhadap citra dan daya saing produk lokal di pasar. Penurunan pangsa pasar bagi produk dalam negeri menjadi isu serius yang perlu diatasi.
Untuk memperkuat pencegahan penyelundupan, Djaka menyatakan bahwa Bea Cukai akan meningkatkan patroli laut, pengawasan di terminal peti kemas, dan memanfaatkan teknologi pemindaian untuk mendeteksi barang-barang ilegal seiring perkembangan zaman. Penegakan hukum yang konsisten serta kolaborasi dengan berbagai instansi juga menjadi fokus utama demi melindungi kepentingan masyarakat dan perekonomian nasional.
Pemerintah berkomitmen untuk menindaklanjuti isu ini dengan serius, mengingat dampak yang ditimbulkan dari penyelundupan pakaian bekas terhadap industri tekstil dalam negeri. Dalam menghadapi tantangan ini, sinergi antara berbagai lembaga menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan sektor ekonomi yang vital ini.
Kegiatan penyelundupan pakaian bekas ke Indonesia menunjukkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat terhadap barang impor. Diharapkan, dengan tindakan yang lebih efektif, negara dapat melindungi industri lokal dan mencegah masuknya barang-barang yang merugikan masyarakat.





