Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menyelidiki dugaan adanya kartel dalam penetapan bunga pinjaman daring (pindar) yang beroperasi di Indonesia. KPPU menemukan indikasi bahwa ada persekongkolan di antara anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam menetapkan suku bunga. Penyelidikan ini mengacu pada kesepakatan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) AFPI untuk tahun 2020 dan 2021.
Menurut Arnold Sihombing, investigator KPPU, kesepakatan tersebut dianggap melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang terkait dengan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ia menjelaskan, kesepakatan penetapan harga bunga pinjaman antarpelaku usaha dapat berpotensi merugikan konsumen dan mempersempit ruang persaingan yang sehat di industri fintech.
Dukungan dari Pelaku Industri
Namun, pandangan KPPU tidak seluruhnya disepakati oleh para ahli hukum. Ditha Wiradiputra, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI), menilai bahwa penggunaan SK AFPI sebagai alat bukti persekongkolan tidak tepat secara hukum. Menurutnya, code of conduct yang dimaksud biasanya berfungsi sebagai pedoman perilaku dan tidak bisa dianggap sebagai perjanjian bisnis dengan konsekuensi hukum.
"Dari perspektif hukum, Code of Conduct umumnya bersifat sebagai pedoman perilaku dan etika, bukan sebagai perjanjian bisnis yang memiliki konsekuensi hukum langsung terhadap pelaku usaha," ungkap Ditha. Ia menambahkan bahwa pedoman semacam itu seharusnya tidak membatasi atau mengurangi persaingan di antara perusahaan.
Persaingan yang Sehat di Pasar
Ditha juga menggarisbawahi pentingnya memahami konteks pembuatan SK tersebut. Ia berargumen bahwa jika SK tersebut dihasilkan untuk meningkatkan layanan terhadap konsumen dan memperkuat tata kelola industri, maka isu pembatasan persaingan seharusnya tidak muncul. Menurutnya, hasil dari penerapan code of conduct seharusnya menunjukkan bahwa industri fintech masih memiliki persaingan yang cukup ketat, ditandai dengan banyaknya pelaku usaha yang terlibat di dalamnya.
"Faktanya, terbukti dengan jumlah pelaku usaha yang banyak yang ada di dalam pasar menggambarkan persaingan yang cukup ketat terjadi di dalam pasar," tuturnya. Ditha juga menekankan bahwa jika dibaca secara seksama, tidak ada kesepakatan penetapan harga yang berlaku berdasarkan SK tersebut.
Dampak terhadap Konsumen
Penetapan bunga pinjaman yang sehat dan transparan menjadi isu krusial di era digital saat ini. KPPU memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pelaku usaha tidak menciptakan skenario yang merugikan konsumen. Sementara itu, industri fintech juga dituntut untuk meningkatkan tata kelola agar bisa memberikan layanan yang lebih baik dan lebih adil bagi masyarakat.
Bila nantinya terbukti bahwa ada pelanggaran dalam penetapan bunga, hal tersebut dapat memberikan dampak negatif tidak hanya kepada perusahaan yang terlibat, tetapi juga kepada kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech secara keseluruhan. Pengawasan yang ketat akan sangat diperlukan untuk menjaga agar pelaku usaha tidak jatuh ke dalam praktik yang tidak sehat.
Sebagai informasi tambahan, KPPU akan melanjutkan proses penyelidikan ini dengan mengumpulkan bukti-bukti lebih lanjut serta mendengarkan berbagai pendapat dari pelaku industri. Pengawasan ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan usaha yang lebih fair dan bermanfaat bagi seluruh pihak, terutama bagi konsumen yang memerlukan solusi pinjaman yang aman dan terpercaya.





