Presiden Prabowo menargetkan pencapaian keseimbangan anggaran (balance budget) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di akhir masa pemerintahannya pada 2029. Target penting ini diharapkan didukung oleh kontribusi Danantara yang diproyeksikan bisa menyumbang hingga Rp 700 triliun. Harapan ini diungkapkan oleh Ekonom sekaligus Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Riandy Laksono, dalam sebuah media briefing di Jakarta.
Riandy menyatakan bahwa pemerintahan saat ini berharap Danantara dapat menginvestasikan kembali dananya untuk mencapai target tersebut. Namun, ia menggarisbawahi bahwa ambisi ini kemungkinan besar tidak realistis. Menurutnya, APBN tidak harus mencapai keseimbangan, asalkan defisit tetap di bawah 3% dan rasio utang tidak melebihi 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kita tidak perlu balance budget. Selama defisit APBN terkendali dengan baik, kita masih bisa berfungsi dengan baik,” paparnya. Hal ini menunjukkan bahwa menjaga defisit di bawah batas yang ditetapkan bisa menjadi alternatif strategis untuk menjaga kesehatan ekonomi negara.
Di sisi lain, Riandy mengidentifikasi berbagai tantangan dalam mencapai target sumbangan Danantara tersebut. Salah satu tantangan utama adalah peningkatan penerimaan negara di tengah pengeluaran yang cenderung sulit untuk dipotong, seperti belanja pendidikan, kesehatan, dan subsidi. “Apakah kita mampu meningkatkan penerimaan negara? Itulah tantangan utama yang dihadapi,” kata Riandy.
Kondisi ekonomi global yang tidak menentu juga menjadi faktor yang menghambat peningkatan penerimaan negara. Gejolak perekonomian dunia menyebabkan investasi tidak lagi menjadi motor utama pertumbuhan pendapatan negara. “Karena ketidakpastian di pasar global, laju investasi juga tidak akan seaktif sebelumnya, sehingga potensi penerimaan negara semakin terdesak,” jelasnya.
Rumusan ini menunjukkan bahwa untuk mencapai target Rp 700 triliun dari Danantara, pemerintah harus terlebih dahulu mencari cara untuk meningkatkan pendapatan tanpa harus mengorbankan pengeluaran yang krusial. Riandy menegaskan bahwa semua pilihan harus dipertimbangkan dengan hati-hati dalam merancang langkah-langkah kebijakan yang akan diambil.
Dengan adanya target ambisius ini, harapan untuk mencapai keseimbangan anggaran sangat bergantung pada keberhasilan Danantara dalam menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan termasuk kebijakan untuk mendorong investasi, menjaga stabilitas ekonomi, serta perencanaan belanja yang lebih efisien.
Dalam konteks ini, penting juga untuk merangkul kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam memaksimalkan potensi Danantara sebagai sumber pendanaan yang berkelanjutan. Melalui metode ini, tidak hanya diharapkan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara, tetapi juga penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan periode waktu yang tersisa sebelum 2029, setiap langkah yang diambil sekarang akan berperan dalam menentukan apakah target ambisius ini dapat terwujud atau tidak. Maka, pengawasan yang ketat dan penyesuaian kebijakan yang responsif akan menjadi kunci untuk meraih potensi maksimal dari Danantara serta mencapai keseimbangan anggaran yang ditargetkan.
Ke depan, tantangan dalam meningkatkan penerimaan negara serta mengelola pengeluaran akan membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan inovatif, guna memastikan kestabilan ekonomi dan keberlanjutan fiskal Indonesia.





