
Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, menegaskan bahwa isu mengenai rencana akuisisi mayoritas saham PT Bank Central Asia (BCA) Tbk tidaklah benar. Pernyataan ini disampaikan Rosan usai menghadiri rapat tertutup dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. “Enggak ada,” ungkapnya singkat saat ditanya wartawan mengenai kabar tersebut.
Kabar akuisisi ini beredar luas di kalangan publik, dengan informasi yang menyebutkan bahwa negara berencana mengambil alih 51% saham BCA melalui Badan Pengelola Investasi (BPI), yang merupakan bagian dari Danantara Indonesia. Situasi ini sempat mengundang perhatian terutama mengingat sejarah panjang BCA yang berkaitan dengan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia (BLBI) pada masa krisis moneter 1998. Kondisi ini menciptakan anggapan bahwa saham BCA seharusnya dikendalikan oleh negara.
Isu perihal akuisisi BCA menjadi semakin hangat setelah Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Iman Syukri, menyatakan dukungannya terhadap usulan ini di publik. Dukungan dari anggota DPR ini pun memicu spekulasi tentang potensi pengambilalihan saham bank swasta terbesar di Indonesia tersebut. Namun, Rosan menolak berkomentar lebih lanjut ketika ditanya apakah terdapat pembicaraan resmi yang mengarah ke rencana itu.
Sebelumnya, media melaporkan bahwa Danantara Indonesia dan entitas terkait berpotensi melakukan diversifikasi investasi, namun tidak dijelaskan secara rinci mengenai rencana akuisisi BCA. Pada saat yang sama, Rosan juga dituntut untuk menaikkan target investasi Danantara, yang ditetapkan sebesar Rp1.905,6 triliun per tahun. Target ini menjadi sorotan, terutama di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan.
Tidak dapat dipungkiri, BCA memiliki nilai strategis yang signifikan dalam peta perbankan Indonesia. Sebagai bank dengan total aset yang mencapai triliunan rupiah, BCA merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling stabil dan terus berkembang. Situasi ini menjadikan bank tersebut menarik untuk berbagai investor.
Meskipun rencana akuisisi oleh Danantara ditolak oleh Rosan, publik tetap mencermati perkembangan yang berkaitan dengan kepemilikan saham BCA, terutama di tengah dinamika politik dan ekonomi yang dapat mempengaruhi industri perbankan nasional. Ketidakpastian yang terjadi dapat berdampak langsung terhadap kepercayaan investor dan nasabah.
Kendati Rosan menegaskan bahwa kabar tentang akuisisi tersebut tidak benar, pembicaraan mengenai kebijakan pengelolaan bank-bank besar di Indonesia, termasuk BCA, tetap menjadi isu yang hangat. Membahas rencana akuisisi ini dalam konteks yang lebih luas mungkin akan mempertimbangkan dampak terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan, khususnya terkait dengan posisi BCA di pasar global.
Dalam menghadapi tuntutan terhadap transparansi dan akuntabilitas, baik Danantara maupun BCA perlu berkomitmen untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik. Hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat mengenai arah dan strategy investasi serta kebijakan yang menyangkut kepemilikan aset-aset vital dalam sistem perbankan nasional.
Setiap langkah yang diambil, baik oleh Danantara maupun BCA, tentunya akan berdampak pada struktur finansial yang lebih besar di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, pernyataan resmi dari pihak-pihak terkait akan sangat dinanti oleh publik untuk mendapatkan kepastian tentang arah investasi dan stabilitas sektor perbankan Indonesia.





