Temuan terpaparnya udang beku asal Indonesia dengan isotop radioaktif, Cesium-137 (Cs-137), telah menimbulkan kepanikan di kalangan pelaku industri perikanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) merekomendasikan penarikan produk udang merek Great Value yang diimpor melalui PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods). Dalam satu sampel, kadar radioaktifnya tercatat sebesar 68,48 Bq/kg ± 8,25 Bq/kg, meskipun masih di bawah ambang batas intervensi yang ditetapkan oleh FDA. Situasi ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi kepercayaan pasar terhadap produk perikanan Indonesia.
Dosen Teknologi Hasil Perikanan Universitas Gadjah Mada, Indun Dewi Puspita, menilai insiden ini merupakan peringatan serius bagi semua pemangku kepentingan, termasuk petambak, industri, dan pemerintah. “Kejadian ini bukan hanya mengganggu ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak reputasi Indonesia dalam perdagangan internasional,” ungkapnya. Penolakan terhadap produk ekspor dapat menyebabkan kerugian besar dan mengganggu rantai pasok, yang pada akhirnya melemahkan posisi Indonesia di pasar global.
Kekhawatiran akan risiko kesehatan dari konsumsi udang yang terpapar radioaktif ini menjadi perhatian banyak negara pengimpor. Negara-negara tersebut cenderung lebih berhati-hati dan tidak mau mengambil risiko terhadap keselamatan konsumennya. “Isu kualitas seperti ini dapat menurunkan kepercayaan pasar, dan dampaknya bisa berlanjut pada nilai jual serta produksi udang di dalam negeri,” tambah Indun.
Para pakar juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam sistem pemantauan produk perikanan. Indun menekankan perlunya adanya sistem traceability yang baik untuk mengembalikan kepercayaan pasar global. “Respon yang cepat dan transparan menjadi krusial untuk memulihkan citra produk perikanan Indonesia dan menjamin bahwa produk yang sampai di konsumen aman untuk dikonsumsi,” katanya.
Dalam konteks yang lebih luas, kejadian ini bukan hanya masalah yang dihadapi oleh satu perusahaan, tetapi mencerminkan isu yang lebih besar dalam pengawasan dan pengelolaan produk makanan. Kasus ini menunjukkan bahwa ada tantangan serius yang dihadapi oleh industri perikanan dalam mempertahankan standar mutu yang sesuai dengan harapan pasar internasional. Hal ini harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan dalam sektor ini.
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, diperlukan langkah-langkah preventif yang lebih ketat. Penelitian yang mendalam tentang kondisi tambak dan lingkungan di sekitar lokasi budidaya udang harus dilakukan. Selain itu, pembinaan serta pelatihan bagi para petambak mengenai standar keamanan pangan yang berlaku juga harus ditingkatkan.
Dalam jangka panjang, keberhasilan industri perikanan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh volume ekspor tetapi juga oleh kualitas dan keselamatan produknya. Dalam situasi di mana kepercayaan pasar sangat penting, setiap indikasi masalah kualitas bisa berdampak serius pada ekonomi nasional. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah dan pelaku industri menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga reputasi produk perikanan Indonesia di pasar global.
Sebagai langkah ke depan, pemerintah perlu untuk segera menyusun strategi komunikasi yang efektif dan koordinasi antar lembaga dalam menangani isu ini. Kepercayaan pasar adalah suatu hal yang tidak bisa diambil begitu saja; itu perlu dibangun melalui tindakan nyata yang menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kualitas produk. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh stakeholder agar industri perikanan Indonesia dapat tetap bersaing di pasar internasional.





