Freeport Indonesia Janji Hentikan Penggunaan Batu Bara Dalam 2 Tahun

PT Freeport Indonesia mengumumkan rencananya untuk beralih dari penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara ke pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dalam kurun waktu dua tahun mendatang. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Freeport, Tony Wenas, dalam sebuah pernyataan pada Selasa (27/8/2025). Rencana ini merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mendukung penambangan yang lebih ramah lingkungan.

Tony menjelaskan bahwa PLTU berbahan bakar batu bara yang saat ini berkapasitas 200 megawatt akan digantikan dengan PLTG yang berbahan LNG (liquefied natural gas) pada 2027. Ia menekankan bahwa LNG jauh lebih bersih dibandingkan dengan batu bara dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 60%. Dengan adanya konversi ini, Freeport berupaya mengurangi dampak lingkungan dari operasional mereka.

Proses konversi akan dimulai di area tambang utama Freeport di Papua, dengan kapasitas pembangkit mencapai 270 megawatt. Selain itu, Freeport telah mengadopsi teknologi yang lebih ramah lingkungan dalam operasionalnya. Contohnya, perusahaan kini menggunakan kereta listrik untuk mengangkut 150.000 ton bijih tembaga setiap harinya, yang diharapkan dapat mengurangi emisi karbon hingga 28%. Tony menambahkan bahwa penggunaan kereta listrik merupakan salah satu langkah untuk mencapai target dekarbonisasi yang lebih ambisius.

Meskipun Freeport beroperasi di sektor tambang, komitmen perusahaan untuk menjalankan proses produksi secara berkelanjutan tetap tinggi. Tony menyatakan bahwa meskipun berada di industri yang tergolong non-renewable, pengelolaan yang baik dapat membantu memastikan keberlanjutan lingkungan. “Kami bertujuan untuk melakukan pengelolaan yang sustainable,” katanya.

Di tengah meningkatnya permintaan global untuk tembaga, Tony mengungkapkan bahwa prospek pasar untuk logam ini terus berkembang. Ia mencatat bahwa transisi menuju energi bersih di berbagai negara berkontribusi pada peningkatan kebutuhan tembaga. “Sekitar 65% tembaga dunia digunakan untuk aplikasi konduktivitas listrik,” terangnya. Untuk memberikan gambaran lebih lanjut, setiap pembangkit listrik tenaga angin memerlukan 1,5 ton tembaga per megawatt, sedangkan tenaga surya membutuhkan hingga 5,5 ton per megawatt.

Transformasi ini tidak hanya menunjukkan langkah maju dari Freeport dalam mengikuti tren global menuju keberlanjutan, tetapi juga berfungsi untuk memperkuat posisi perusahaan di pasar internasional yang semakin memprioritaskan produk berkelanjutan. Hal ini juga menegaskan bahwa industri ekstraktif dapat beradaptasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan era energi bersih.

Freeport berencana untuk mengeksplorasi lebih lanjut penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam seluruh operasionalnya. Dengan komitmen yang jelas dan rencana terstruktur, Freeport tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan tetapi juga menunjang pertumbuhan ekonomi lokal di Papua. Dalam pernyataannya, Tony menegaskan bahwa, “Dengan langkah-langkah ini, kami tidak hanya memenuhi tanggung jawab ekologis tetapi juga mendukung ekonomi dengan menciptakan lebih banyak peluang.”

Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi model bagi perusahaan-perusahaan lain dalam sektor ekstraktif untuk mengikuti jejak yang lebih ramah lingkungan, serta memenuhi tuntutan pasar global yang kian ketat terkait keberlanjutan. Upaya Freeport diharapkan dapat meningkatkan citra perusahaan dan memberikan manfaat jangka panjang baik bagi lingkungan maupun masyarakat setempat.

Berita Terkait

Back to top button