
Pemblokiran rekening tidak aktif oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menuai kritik dari nasabah, yang menilai kebijakan ini dilakukan secara sembarangan. Nasabah merasa tidak adil karena pemblokiran dikategorikan sama antara rekening dormant dan rekening yang terlibat dalam aktivitas ilegal, seperti judi online. Salah satu nasabah yang terkena dampak, Aprilina Prastari, mengungkapkan pengalaman sulitnya untuk mengaktifkan kembali rekeningnya yang terblokir setelah tidak ada aktivitas selama enam bulan.
Aprilina, yang merupakan mahasiswa S3 di Auckland University of Technology, memiliki tiga rekening di BSI. Ia terkejut ketika mengetahui bahwa salah satu rekeningnya diblokir oleh Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Ketika mengetahui bahwa rekening saya diblokir tanpa pemberitahuan sebelumnya, saya langsung protes,” katanya. Aprilina menekankan bahwa ia adalah nasabah lama dan tidak pernah terlibat dalam aktivitas mencurigakan.
Kejadian ini bermula saat ia berusaha melakukan transfer menggunakan layanan mobile banking BSI. Awalnya, ia curiga karena hanya melihat nomor rekening pribadi yang tidak bisa digunakan. Setelah menghubungi layanan pelanggan (CS) beberapa kali, ia baru mendapatkan informasi bahwa rekeningnya terblokir. CS yang dihubungi memberitahukannya bahwa pemblokiran tersebut adalah kebijakan dari BSI dan ia harus datang langsung ke kantor cabang untuk proses aktivasi kembali. Hal ini mengejutkan Aprilina, terutama karena ia berada di luar negeri dan dihadapkan pada biaya tiket yang tinggi untuk pulang ke Jakarta.
Aprilina mempertanyakan kebijakan ini, yang dinilainya tidak adil dan tidak mempertimbangkan kondisi nasabah yang mungkin berada di luar negeri atau mengalami kesulitan lainnya. “Apa mereka tidak bisa melihat bahwa saya adalah nasabah lama? Saya menabung di BSI sejak Bank Mandiri Syariah dan tidak pernah melakukan transaksi mencurigakan,” ujarnya. Ia juga mencatat tak adanya pemberitahuan tentang pemblokiran tersebut sehingga ia tidak dapat mengambil langkah untuk menghindari situasi ini.
Menurut Aprilina, kebijakan pemblokiran seharusnya lebih selektif dan tidak hanya dilakukan secara serampangan. “Rekening yang tidak aktif tidak selalu terkait dengan tindak pidana. PPATK seharusnya memverifikasi dengan bank tentang profil nasabah sebelum memutuskan untuk memblokir rekening,” ungkapnya. Ia melihat bahwa keputusan yang diambil justru merugikan masyarakat yang tidak bisa mengakses dana mereka.
BSI sendiri menjelaskan bahwa pemblokiran rekening dormant bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan rekening dalam tindak pidana keuangan. Corporate Secretary BSI, Wisnu Sunandar, menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk melayani masyarakat secara baik dan memberikan edukasi terkait penggunaan layanan perbankan syariah. Meskipun demikian, banyak nasabah seperti Aprilina merasa bahwa proses reaktivasi rekening tidak mudah.
Bagi siapa pun yang mengalami pemblokiran rekening, BSI menyarankan untuk langsung mendatangi cabang terdekat. Namun, langkah ini masih dianggap merepotkan bagi nasabah yang berada di luar negeri. Banyak nasabah berharap agar ada solusi yang lebih efisien dan komunikatif terkait kebijakan ini di masa depan.
Persoalan ini menjadi sorotan karena dapat menciptakan dampak negatif pada kepercayaan nasabah terhadap lembaga perbankan. Wartawan juga mengamati apakah kebijakan sejenis akan menerima revisi dari OJK, seiring dengan banyaknya keluhan yang masuk dari nasabah yang terkena dampak. Nasabah menginginkan adanya transparansi dan komunikasi yang lebih baik dari pihak bank dan lembaga terkait.





