Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin nyata seiring dengan penutupan sejumlah kantor cabang oleh bank-bank di Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor cabang bank BUMN, Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan bank swasta mengalami penurunan yang signifikan. Sementara itu, bank asing tetap stabil tanpa adanya penutupan. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap tenaga kerja di sektor perbankan.
Penurunan Jumlah Kantor Cabang
Data dari OJK menunjukkan bahwa hingga Juni 2025, jumlah kantor cabang bank pelat merah berkurang sebesar 2,31% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari 12.364 unit pada Juni 2024, jumlah kantor cabang bank BUMN menjadi 12.078 unit. Penurunan juga terjadi pada BPD yang merosot 1,16% menjadi 3.999 unit. Sementara untuk bank swasta, total kantor cabang menyusut 3,86% dari 7.741 unit menjadi 7.442 unit pada periode yang sama.
Dampak di Berbagai Wilayah
Kondisi ini menunjukkan adanya konsolidasi dalam layanan perbankan di berbagai daerah. Beberapa wilayah, seperti Riau, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat, mencatat penurunan terbesar. Di Riau, jumlah kantor bank turun 3,44% menjadi 371 unit. Sulawesi Utara mengalami penurunan 3,27% menjadi 59 unit, sedangkan Kalimantan Barat menyusut 2,59% menjadi 75 unit. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa layanan perbankan semakin terpusat di wilayah tertentu, berpotensi mempengaruhi akses masyarakat terhadap layanan keuangan.
Kondisi Berbeda untuk Bank Asing
Di sisi lain, bank asing menunjukkan stabilitas dengan jumlah kantor cabang yang tetap dan tidak mengalami perubahan, terhitung sebanyak 19 unit sejak tahun 2023. Hal ini bisa menggambarkan daya tarik bank-bank asing yang mungkin tidak terpengaruh oleh tren penutupan yang dialami oleh bank domestik.
Trend Digitalisasi dan Efisiensi
Perubahan ini juga terhubung dengan upaya bank-bank untuk beralih ke layanan digital dan meminimalkan biaya operasional. Dengan semakin banyak transaksi yang dilakukan secara daring, bank-bank berusaha mengevaluasi efisiensi operasional melalui pengurangan kantor fisik. Namun, di satu sisi, keputusan ini dapat menimbulkan risiko tinggi bagi karyawan, termasuk kemungkinan PHK yang lebih luas.
Persaingan dan Konsekuensi Sosial
Melihat persaingan yang meningkat dalam sektor perbankan, langkah pengurangan kantor cabang dapat menjadi strategi untuk meningkatkan daya saing. Namun, hal ini juga membawa risiko sosial, terutama bagi karyawan yang mungkin kehilangan pekerjaan akibat kebijakan ini. OJK mencatat bahwa pertumbuhan jumlah kantor bank di beberapa daerah, seperti DI Yogyakarta dan Bali, menunjukkan adanya potensi pengembangan yang tidak merata di Indonesia.
Respons dari Bank dan Karyawan
Menanggapi ancaman PHK, manajemen bank dituntut untuk melakukan upaya mitigasi, seperti redistribusi karyawan ke kantor cabang yang masih beroperasi atau penawaran program pelatihan bagi karyawan yang terdampak. Sementara itu, serikat pekerja di sektor perbankan juga berperan aktif dalam melindungi hak-hak karyawan sekaligus bernegosiasi dengan manajemen terkait kebijakan perusahaan.
Kesimpulan Sementara
Dalam konteks yang lebih luas, langkah penutupan kantor cabang oleh bank-bank di Indonesia menggambarkan perubahan paradigma dalam industri perbankan. Melalui peningkatan efisiensi dan pemanfaatan teknologi digital, bank berupaya beradaptasi dengan kebutuhan pasar. Namun, tantangan sosial dan dampaknya terhadap karyawan tetap menjadi isu yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, termasuk regulator, manajemen bank, dan serikat pekerja. Dengan perkembangan ini, penting untuk terus memantau kebijakan dan langkah-langkah apa yang diambil untuk menjaga kesejahteraan tenaga kerja di sektor yang kian bertransformasi ini.





