Pendiri es krim Ben & Jerry’s, Ben Cohen dan Jerry Greenfield, kembali melampiaskan kritik terhadap Unilever, perusahaan yang mengakuisisi merek es krim tersebut pada tahun 2000. Dalam surat terbuka yang dirilis minggu ini, keduanya menegaskan bahwa Ben & Jerry’s tidak lagi mencerminkan nilai-nilai yang mereka tanamkan saat pertama kali mendirikan merek itu. Mereka merasa bahwa Unilever, melalui kebijakan dan keputusan yang diambil, telah membatasi kebebasan Ben & Jerry’s dalam mengadvokasi isu-isu keadilan sosial, hak asasi manusia, dan perubahan iklim.
Cohen dan Greenfield mengungkapkan bahwa saat menjual Ben & Jerry’s, mereka dijanjikan otonomi dalam berjuang untuk isu-isu sosial. Namun, selama lebih dari dua dekade, mereka merasa Unilever telah mengekang suara merek yang mereka ciptakan. Dalam surat tersebut, keduanya menuduh bahwa suara mereka dibungkam, terutama ketika berbicara tentang isu-isu kontroversial seperti Israel-Palestina dan kebijakan aborsi. “Ini bukan Ben & Jerry’s yang kami dirikan atau impikan ketika bergabung dengan Unilever 25 tahun lalu,” tulis mereka, mencerminkan rasa kekecewaan yang mendalam.
Unilever menanggapi kritik ini dengan menyatakan bahwa meskipun Ben & Jerry’s kini merupakan bagian dari Magnum Ice Cream Company, komitmen terhadap misi sosial dan ekonomi merek tetap dijaga. Juru bicara Unilever menekankan bahwa mereka berkomitmen untuk memenuhi tiga misi inti Ben & Jerry’s, yaitu produk berkualitas, ekonomi yang adil, dan intervensi sosial yang positif. Merek ini bahkan digabungkan dengan Magnum, Wall’s, dan Cornetto dalam upaya mengonsolidasikan kekuatan di pasar es krim global.
Di tengah ketegangan ini, satu hal yang pasti: hubungan antara Ben & Jerry’s dan Unilever telah berada di ujung tanduk selama empat tahun terakhir. Ketegangan ini semakin meningkat ketika pada Maret lalu, Ben & Jerry’s menuduh Unilever memecat CEO mereka yang dikenal pro-Palestina, bersamaan dengan upaya hukum di mana Unilever dituntut karena memangkas sumbangan untuk yayasan Ben & Jerry’s. Pemangkasan tersebut dikaitkan dengan keputusan yayasan yang menolak diaudit, namun banyak yang curiga bahwa hal ini berkaitan dengan dana yang digunakan untuk mendukung warga Gaza.
Keputusan Ben & Jerry’s pada 2021 untuk berhenti menjual produk di wilayah pendudukan Israel juga menjadi pemicu kontroversi. Tindakan ini ditentang keras oleh pemerintah Israel, namun Ben & Jerry’s tetap kukuh mengedepankan nilai-nilai keadilan sosial yang mereka anut. Perusahaan kemudian menjual bisnis mereka kepada pihak lain di Israel, menandai langkah dramatis yang mempertegas perbedaan nilai antara Ben & Jerry’s dan Unilever.
Rencana Unilever untuk memperluas bisnis mereka dengan pembentukan Magnum Ice Cream Company tidak hanya berpotensi menjadikannya konglomerasi es krim terbesar di dunia, tetapi juga memicu pertanyaan tentang masa depan merek Ben & Jerry’s itu sendiri. Para pengamat berpendapat bahwa langkah ini bisa merugikan integritas merek, terutama ketika mempertimbangkan warisan dan komitmen sosial yang telah dibangun oleh pendirinya selama ini.
Meskipun Ben Cohen dan Jerry Greenfield sudah tidak terlibat dengan Ben & Jerry’s secara langsung, suara mereka tetap menggaungkan keprihatinan. Mereka secara terbuka meminta agar merek mereka kembali beroperasi secara mandiri, terpisah dari tanggung jawab terhadap entitas bisnis yang lebih besar seperti Unilever. Dengan situasi yang semakin memanas, masa depan Ben & Jerry’s di bawah kepemilikan Unilever menjadi semakin tidak pasti, terutama dalam hal misi sosial dan komitmen terhadap keadilan.





