
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengalami penurunan laba yang signifikan pada semester I-2025. Laba perusahaan tercatat sebesar Rp503,5 miliar, turun sekitar 33 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini meski terlihat mencolok, namun dinilai masih berada di atas estimasi analis berkat kontribusi pendapatan berulang dan pengembangan properti yang solid.
Analis dari Maybank Sekuritas Indonesia, Kevin Halim, menyebutkan bahwa kinerja SMRA di paruh pertama tahun 2025 melebihi ekspektasi pasar. "Laporan laba semester I/2025 dapat dikatakan baik, meskipun turun 33 persen year-on-year. Hal ini berkat meningkatnya pendapatan recurring dan pengembangan properti yang berjalan dengan baik," ungkap Kevin dalam risetnya.
Divestasi dan Penguatan Neraca
Salah satu langkah yang diambil oleh SMRA untuk memperbaiki kinerjanya adalah melalui divestasi aset non-inti. Perusahaan sedang memfinalisasi transaksi lahan di Bali, yang diperkirakan dapat mengumpulkan kas sebesar Rp1,2 triliun hingga Rp2,3 triliun. “Setelah transaksi selesai, kami perkirakan net gearing perusahaan bisa turun menjadi 38–45 persen dari sebelumnya 54 persen di semester I/2025,” jelas Kevin.
Pendapatan Berulang yang Meningkat
Salah satu faktor yang mendorong kinerja SMRA adalah peningkatan pendapatan berulang. Pada kuartal II-2025, kontribusi pendapatan berulang meningkat 9 persen secara kuartalan dan 5 persen secara tahunan. Ini menunjang pertumbuhan dari segmen mal dan hotel. Pendapatan berulang kini menyumbang 36 persen dari total pendapatan SMRA di semester I-2025.
Kevin memperkirakan, pendapatan berulang ini akan terus tumbuh dengan CAGR sebesar 11 persen antara tahun 2025 hingga 2027, dan akan didorong oleh tambahan proyek mal di Bandung, Bekasi, Makassar, serta Harris Hotel Serpong.
Penilaian Valuasi
Dari sisi valuasi, saham SMRA saat ini dianggap masih tertekan, diperdagangkan dengan diskon 86 persen terhadap RNAV (Realizable Net Asset Value). Menurut Kevin, posisi valuasi ini merupakan yang tertinggi di antara emiten properti sejenis. Peluang penguatan diyakini akan terbuka melalui rencana penjualan lahan Bali dan aksi korporasi di unit properti investasi.
Selain itu, rencana Initial Public Offering (IPO) untuk Summarecon Investment Property (SMIP) bisa menjadi katalis positif bagi SMRA. Nilai ekuitas dari IPO ini diperkirakan mencapai antara Rp13 triliun hingga Rp26 triliun, yang jumlahnya bisa melebihi kapitalisasi pasar SMRA saat ini yang mencapai Rp7,3 triliun.
Proyeksi Pertumbuhan Pra-Penjualan
Maybank Sekuritas juga memproyeksikan bahwa SMRA akan mampu mencatat pertumbuhan pra-penjualan sebesar 13,8 persen pada tahun 2025. Faktor lain yang mendukung proyeksi ini adalah potensi pemangkasan suku bunga. Hal ini membuat SMRA menjadi salah satu pilihan utama bagi investor. Kevin menegaskan, "SMRA adalah top pick kami karena menawarkan leverage earnings paling kuat terhadap penurunan suku bunga dengan dukungan neraca yang semakin sehat."
Hingga Jumat (12/9/2025) pukul 10:43 WIB, saham SMRA menunjukkan tanda pemulihan dengan naik 1,34 persen menjadi Rp454. Analis tetap optimis bahwa ada banyak peluang di depan bagi perusahaan ini, meskipun tantangan kinerja tetap ada.
Dalam situasi ini, langkah strategis dan pengelolaan lebih baik diharapkan dapat membantu SMRA mengatasi penurunan laba dan kembali ke jalur pertumbuhan yang positif di tahun-tahun mendatang.





