
Fenomena dedolarisasi atau pengurangan ketergantungan pada dolar AS semakin terlihat nyata di berbagai penjuru dunia. Lebih dari 1.700 bank global kini beralih menggunakan mata uang yuan China, terutama melalui sistem pembayaran lintas negara, Cross-Border Interbank Payment System (CIPS). Data terbaru menunjukkan bahwa CIPS berhasil memproses transaksi mencapai 175 triliun yuan, setara Rp403.000 triliun. Peningkatan ini mencerminkan pergeseran signifikan dalam lanskap keuangan internasional, di mana transaksi melalui CIPS meningkat hingga 43% sepanjang tahun ini.
Pergeseran ini tidak terlepas dari strategi agresif China dalam mempromosikan yuan, terutama di kalangan negara-negara anggota BRICS dan mitra dagang lainnya. Beberapa bank dari negara seperti Turki, Mauritius, dan Uni Emirat Arab telah mulai memanfaatkan CIPS untuk memfasilitasi transaksi dalam yuan. Sistem ini dirancang untuk mempercepat proses kliring dan penyelesaian transaksi lintas batas, serta mengurangi dominasi dolar AS yang telah lama menguasai sistem keuangan global.
Perluasan CIPS ke wilayah Afrika dan Timur Tengah menjadi langkah strategis bagi pemerintah China untuk memperkuat posisi mereka di pasar-pasar kritis. Hampir seluruh operasional CIPS dikelola oleh lembaga keuangan China, yang melayani lebih dari 33 sektor pasar. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya jabatan Presiden Xi Jinping dalam menjadikan China mandiri secara ekonomi, terutama di tengah ketidakpastian global seperti perang dagang dan ketegangan politik yang mendorong banyak negara berkembang mendapati kepercayaan mereka terhadap dolar AS menurun.
Dalam konteks ini, fenomena dedolarisasi yang semakin menguat di negara-negara BRICS dan sekitarnya mendorong yuan untuk menjadi salah satu mata uang cadangan dan transaksi global. Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin posisi dolar AS sebagai mata uang utama dunia akan terancam. Pergeseran ini menggambarkan awal era baru dalam sistem keuangan dunia, di mana mata uang sebagaimana yuan bisa memainkan peranan lebih sentral dalam perdagangan dan investasi internasional.
Secara keseluruhan, upaya ini menandai perubahan fundamental dalam sektor finansial global. Banyak analis memprediksi bahwa dalam satu dekade ke depan, kita mungkin akan melihat mata uang lokal negara besar, termasuk yuan, mendominasi transaksi internasional lebih banyak ketimbang yang pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini mengindikasikan bahwa sistem keuangan global akan menjadi semakin multipolar.
Impak dari dedolarisasi bukan hanya terasa di negara-negara berkembang, tetapi juga bisa berimbas pada negara-negara barat, termasuk Amerika Serikat. Jika yuan semakin diterima dalam transaksi internasional, dampaknya akan terasa pada stabilitas ekonomi AS yang selama ini bergantung pada dominasi dolar.
Dengan demikian, pergeseran menuju penggunaan yuan di berbagai bank global tidak hanya merupakan pilihan alternatif, tetapi juga merupakan respons terhadap kondisi geopolitik dan ekonomi yang semakin kompleks. Hal ini menunjukkan bahwa dunia keuangan sedang bertransformasi, dan semua pihak, baik negara maupun individu, perlu mempersiapkan diri menghadapi era baru ini.





