Di tengah meningkatnya risiko digital yang semakin kompleks, pertumbuhan asuransi siber global justru menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Menurut laporan terbaru dari Moody’s Rating, diperkirakan laju pertumbuhan asuransi siber hanya akan mencapai 7% pada tahun 2024, dengan total premi yang diproyeksikan sebesar US$15 miliar. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan signifikan antara 20%–40% yang tercatat selama periode 2018 hingga 2022.
Sancoyo Setiabudi, Presiden Direktur PT Asuransi Tokio Marine Indonesia, menjelaskan bahwa perlambatan ini disebabkan oleh pematangan pasar asuransi siber. Perusahaan mulai mengalihkan fokus dari pertumbuhan premi yang eksplosif ke arah keseimbangan kompetitif dan berkelanjutan. “Perusahaan asuransi lebih mengedepankan profitabilitas dengan pengendalian biaya dan penilaian kematangan siber,” ujarnya. Ini bisa memicu adanya ekspansi kembali jika risiko baru mengganggu stabilitas yang ada.
Meski menghadapi perlambatan, Sancoyo tetap optimis bahwa pasar asuransi siber akan terus tumbuh dalam jangka panjang. Optimisme ini didasarkan pada transformasi digital yang pesat, maraknya e-commerce, fintech, serta semakin luasnya pemanfaatan data dan kecanggihan kecerdasan buatan (AI/genAI). Ia menekankan bahwa perlindungan siber kini menjadi kebutuhan esensial bagi dunia usaha. Asuransi ini tidak hanya berfungsi untuk melindungi dari risiko serangan siber, tetapi juga menjaga ketahanan finansial, kelangsungan operasional, dan reputasi perusahaan.
Namun, tantangan yang terbesar terletak pada literasi dan persepsi masyarakat serta pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami ancaman siber. “Strategi kami mencakup mempermudah akses dan menyederhanakan penjelasan manfaat dan risiko, memperluas edukasi melalui kanal digital, serta memperkuat kemitraan dengan ekosistem bisnis,” tambah Sancoyo.
Dalam laporan keuangan per Agustus 2025, Tokio Marine Indonesia melaporkan total pendapatan premi bruto sebesar Rp1,22 triliun, mengalami penurunan 13% YoY. Klaim bruto perusahaan tercatat mencapai Rp556 miliar. Meskipun demikian, Sancoyo percaya bahwa target pertumbuhan tetap dapat dicapai dengan diversifikasi portofolio dan penguatan kanal distribusi, serta kolaborasi dengan mitra bisnis di berbagai sektor.
Di sisi lain, Moody’s mencatat bahwa perlambatan paling signifikan terjadi di Amerika Serikat, yang merupakan pasar asuransi siber terbesar di dunia. Diperkirakan pada tahun 2024, premi asuransi siber di AS akan turun sebesar 1,5% menjadi US$7,1 miliar, setelah mengalami penurunan tipis 0,7% pada tahun 2023.
Namun, peluang pertumbuhan yang lebih besar diperkirakan hadir di luar wilayah AS, terutama di Eropa, termasuk negara-negara seperti Jerman, Prancis, dan Italia, serta di kawasan Asia Pasifik dan Amerika Latin. Laporan tersebut menegaskan bahwa dalam jangka panjang, pasar asuransi siber tetap memiliki potensi untuk berkembang secara signifikan seiring meningkatnya ancaman siber dan keterhubungan masyarakat dengan ekonomi digital.
Dengan demikian, meskipun menghadapi tantangan dan perlambatan, Tokio Marine dan berbagai perusahaan asuransi lainnya tetap berkomitmen untuk beradaptasi dan mengembangkan layanan mereka dalam menghadapi era digital yang terus berubah. Langkah-langkah inklusif dan berorientasi pada pendidikan akan menjadi kunci untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap asuransi siber di kalangan masyarakat dan pelaku usaha.





