Lestari Moerdijat: Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial untuk Pelestarian Berkelanjutan

Kepedulian masyarakat terhadap kearifan lokal menjadi fondasi penting dalam upaya pelestarian berkelanjutan, terutama terhadap warisan budaya dan geologi seperti Geopark Kaldera Toba. Dalam Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara yang diselenggarakan pada 19 September 2025 di Universitas Sumatera Utara, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, mengemukakan bahwa pola pikir masyarakat sering kali menjadi penghambat. Banyak yang beranggapan bahwa jika suatu upaya tidak memberikan keuntungan ekonomi secara langsung, maka itu tidak perlu dilakukan.

Situasi ini sangat memprihatinkan, karena kearifan lokal seharusnya bisa menjadi kunci untuk mendorong upaya pelestarian yang lebih luas. Kearifan lokal memuat nilai-nilai, tradisi, dan norma yang mengatur hubungan masyarakat dengan lingkungan dan alam. Rerie, demikian sapaan akrab Lestari, menilai pentingnya sistem kekerabatan, tradisi, serta hukum adat dalam mendukung keberlanjutan.

Berbagai elemen kearifan lokal harus diselaraskan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemangku kepentingan. Rerie menegaskan bahwa harmoni antara lingkungan hidup dan tatanan sosial sangat penting untuk pengembangan Geopark Kaldera Toba. Hal ini tidak hanya berfungsi untuk melestarikan kawasan tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Pentingnya penyelenggaraan acara seperti ini adalah untuk menyatukan banyak pihak. Hadir dalam forum itu adalah berbagai tokoh, termasuk Profesor Dr. Ismunandar sebagai Staf Ahli Kementerian Kebudayaan, dan Dr. Hatta Ridho, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Mereka memiliki peran dalam mensosialisasikan nilai kearifan lokal dan bagaimana hal itu berkaitan langsung dengan pelestarian sumber daya alam.

Namun, tantangan besar muncul di era modern. Kegiatan dan gaya hidup yang semakin menjauh dari kearifan lokal dapat mengancam keberlangsungan upaya pelestarian. Rerie mengingatkan bahwa sosialisasi mengenai pentingnya nilai-nilai kearifan lokal harus digalakkan. Masyarakat harus diajarkan kembali mengenai cara-cara pelestarian yang telah ada secara turun-temurun.

“Kelestarian Geopark Kaldera Toba sangat bergantung pada kolaborasi semua pihak,” katanya. Rerie menekankan bahwa berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, akademisi, maupun komunitas lokal, harus bersama-sama membangun komitmen untuk menjaga dan memanfaatkan kawasan ini.

Geopark Kaldera Toba sendiri merupakan situs warisan dunia UNESCO yang kaya akan nilai sejarah dan geologis. Oleh karena itu, keberadaannya harus dimanfaatkan tidak hanya untuk pelestarian tetapi juga sebagai sumber manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Melalui kolaborasi yang baik, harapannya geowisata ini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah.

Rerie berharap, ke depan, semua pihak bisa lebih memahami pentingnya untuk menjaga kearifan lokal. “Kearifan lokal tidak sekadar menjadi slogan, tetapi harus menjadi bagian dari praktik sehari-hari dalam melestarikan lingkungan,” ujarnya.

Ketertutupan terhadap nilai-nilai tersebut bisa menjadi boomerang bagi pelestarian alam dan budaya di Indonesia. Untuk itu, upaya-upaya mendidik masyarakat dan memberi mereka kesadaran akan pentingnya pelestarian harus ditingkatkan. Di sinilah letak tantangannya—bagaimana merangkul masyarakat agar aktif berpartisipasi dalam melestarikan warisan mereka sendiri.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan pelestarian Geopark Kaldera Toba dan kawasan bersejarah lainnya dapat dilakukan secara berkelanjutan, membawa manfaat bagi generasi saat ini dan yang akan datang.

Berita Terkait

Back to top button