Defisit APBN Agustus 2025 Capai Rp 321,6 T atau 1,35% PDB Nasional

Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, melaporkan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Agustus 2025 mencapai Rp 321,6 triliun, yang setara dengan 1,35 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal ini terungkap dalam konferensi pers APBN KiTa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 22 September 2025.

Menurut laporan tersebut, pendapatan negara sampai dengan akhir Agustus 2025 tercatat sebesar Rp 1.638,7 triliun, yang berarti mencapai 57,2 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025. Namun, angka ini mengalami penurunan sebesar 7,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp 1.777,3 triliun. Penurunan tersebut terkonfirmasi di hampir semua komponen penerimaan.

Pendapatan Pajak dan PNBP

Khususnya, penerimaan perpajakan mengalami koreksi sebesar 3,6 persen, dengan total mencapai Rp 1.330,4 triliun, atau 55,7 persen dari target. Di dalamnya, penerimaan pajak turun 5,1 persen menjadi Rp 1.135,4 triliun. Meski demikian, terdapat peningkatan dalam penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang tumbuh 6,4 persen, dengan realisasi mencapai Rp 194,9 triliun.

Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan penurunan yang lebih signifikan, tercatat sebesar Rp 306,8 triliun, atau 64,3 persen dari target. Penurunan ini mencapai 20,1 persen dibandingkan tahun lalu, yang menggambarkan tantangan tersendiri bagi pengelolaan keuangan negara.

Belanja Negara dan Keseimbangan Primer

Di sisi belanja, pemerintah mencatat belanja negara hingga Agustus mencapai Rp 1.960,3 triliun, atau 55,6 persen dari outlook. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 1,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Belanja pemerintah pusat menyentuh Rp 1.388,8 triliun dengan pertumbuhan yang serupa.

Namun, belanja untuk kementerian dan lembaga (K/L) justru mengalami penurunan sebesar 2,5 persen menjadi Rp 686 triliun. Sebaliknya, belanja non-K/L meningkat hingga 5,6 persen dengan total Rp 702,8 triliun. Transfer ke daerah tercatat sebesar Rp 571,5 triliun, naik 1,7 persen dari tahun sebelumnya.

Meski dengan defisit yang signifikan, keadaan fiskal tetap dapat dikategorikan sehat dengan capaian keseimbangan primer yang masih surplus sebesar Rp 22 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mampu mengelola pendapatan dan belanja dengan baik, serta tetap memperhatikan utang negara.

Tantangan dan Prospek Ke Depan

Meskipun laporan ini menunjukkan beberapa tren negatif dalam penerimaan, beberapa analis percaya bahwa pemerintah memiliki ruang gerak untuk melakukan reformasi struktural. Reformasi ini diharapkan bisa meningkatkan basis pajak dan memperkuat pendapatan negara. Secara keseluruhan, pendekatan yang proaktif dalam pengelolaan keuangan publik akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan fiskal yang dihadapi saat ini.

Ke depan, pemulihan ekonomi dan peningkatan investasi diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap pengelolaan belanja agar dapat tetap berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, terdapat harapan bahwa defisit APBN dapat ditekan menuju angka yang lebih terkendali di masa mendatang. Sementara itu, kinerja kementerian dan lembaga dalam mengelola anggaran akan menjadi sorotan utama untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam belanja negara.

Berita Terkait

Back to top button