Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan respons terhadap penurunan nilai tukar rupiah yang hampir mencapai Rp16.800 per dolar AS pada 26 September 2025. Dalam wawancara tersebut, Perry menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan melakukan intervensi pasar yang intensif.
“Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada,” ujar Perry. Menurutnya, langkah intervensi mencakup penggunaan instrumen spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Selain itu, intervensi juga dilakukan di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara berkelanjutan melalui Non-Deliverable Forward (NDF).
Perry optimis bahwa tindakan ini akan membantu menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengembalikannya ke nilai fundamental. Pihak BI mengajak seluruh pelaku pasar untuk berperan aktif dalam menjaga iklim pasar keuangan yang kondusif, demi mencapai stabilitas nilai tukar ini.
Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada 25 September 2025, rupiah ditutup melemah di level Rp16.735 per dolar AS, dengan depresi sebesar 0,39 persen. Ini menjadi penurunan nilai tukar selama enam hari perdagangan berturut-turut. Dalam perdagangan tersebut, rupiah bahkan mencapai titik terendah harian di Rp16.755 per dolar AS sebelum sedikit memulih menjelang penutupan.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini merupakan sorotan penting bagi para pelaku ekonomi, di tengah meningkatnya ketidakpastian global dan tekanan inflasi yang terus berlanjut. Situasi ini memicu berbagai respons dan strategi dari BI untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Intervensi yang dilakukan oleh BI tidak hanya terkait dengan nilai tukar, tetapi juga berpengaruh terhadap stabilitas inflasi dan kebijakan moneter secara keseluruhan. Dalam konteks global, ketegangan geopolitik dan fluktuasi pasar keuangan internasional menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh BI dan pemerintah.
BI memiliki sejumlah instrumen lain yang dapat digunakan dalam menjaga stabilitas. Misalnya, mereka bisa melakukan kebijakan suku bunga atau melakukan operasi moneter lainnya. Mengingat pentingnya stabilitas nilai tukar dalam menjaga daya beli masyarakat dan daya saing ekonomi nasional, BI terus memantau perkembangan dengan seksama.
Perry juga menekankan urgensi untuk melibatkan semua pelaku pasar dalam menjaga kestabilan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan intervensi bukan hanya terletak pada kebijakan BI, tetapi juga pada partisipasi aktif dari sektor swasta dan masyarakat luas.
Sebagai tambahan, situasi ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya ketahanan ekonomi di tengah guncangan pasar global. Dalam dunia yang semakin saling terhubung, dampak dari kebijakan dan kondisi ekonomi suatu negara dapat mempengaruhi banyak negara lain. Oleh karena itu, kolaborasi dan komunikasi antar instansi terkait sangat diperlukan untuk menciptakan strategi yang efektif dalam menangani fluktuasi ini.
Menghadapi tantangan global yang fluktuatif, BI berkomitmen untuk tidak hanya berfokus pada nilai tukar, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Langkah-langkah proaktif yang diambil diharapkan dapat memberikan harapan dan kepastian bagi semua pelaku ekonomi di Indonesia serta meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian nasional. Dengan adanya strategi penanganan yang terintegrasi, diharapkan rupiah dapat kembali ke jalur yang lebih stabil dalam waktu dekat.





