
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung garam nasional melalui pengembangan kawasan Salt Triangle, yang mencakup Bipolo, Sabu, dan Rote Ndao. Kawasan ini diakui memiliki kriteria ideal untuk mendukung pencapaian swasembada garam nasional pada tahun 2027. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr. Y. Paonganan, dalam pernyataan resminya.
Kualitas garam dari NTT dikenal sangat baik, berkat iklim panas dan kadar salinitas yang optimal. Ciri-ciri ini menjadikan garam NTT salah satu yang terbaik di dunia. Dr. Paonganan menyarankan agar pemerintah menetapkan kawasan ini sebagai kawasan ekonomi khusus, yang tidak hanya fokus pada industri garam tetapi juga mencakup sektor maritim lainnya seperti perikanan dan pariwisata bahari.
Dia menambahkan, jika memenuhi syarat, kawasan Salt Triangle dapat ditingkatkan menjadi Free Trade Zone. Ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan industri lainnya yang terkait. “Iklim yang ideal di NTT mirip dengan kawasan produsen garam premium di Australia, sehingga potensi tiga kawasan ini sangat besar,” ungkapnya.
Namun, meski peluangnya cerah, terdapat tantangan serius yang perlu diatasi. Beberapa tantangan tersebut meliputi infrastruktur jalan, listrik, pelabuhan, serta isu sosial seperti kepemilikan lahan dan partisipasi masyarakat lokal. Dr. Paonganan juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas produksi serta sertifikasi mutu garam agar produk dari NTT dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Dalam konteks ini, sinergi antara pemerintah pusat, daerah, investor, dan masyarakat lokal sangat penting. “Pembangunan yang inklusif akan memastikan manfaatnya tidak hanya dinikmati oleh korporasi besar, tetapi juga masyarakat pesisir yang akan merasakan dampak positifnya,” ujarnya.
Diharapkan dengan pengelolaan yang tepat, kawasan Salt Triangle Bipolo-Sabu-Rote tidak hanya akan menjadi ikon baru industri garam nasional tetapi juga menjadi pintu masuk untuk pengembangan sektor maritim lainnya. Ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai swasembada garam pada 2027.
Keberhasilan pengembangan kawasan ini juga dipengaruhi oleh teknologi modern dan pengelolaan yang efisien. Investasi dalam infrastruktur yang memadai serta pelatihan bagi masyarakat lokal dalam proses produksi garam akan menjadi langkah penting. Dengan kolaborasi yang baik antara semua pihak, NTT dapat menjadi sentra produksi garam yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga berpotensi untuk ekspor.
Pemerintah diharapkan untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengembangkan kawasan Salt Triangle. Ini bukan hanya untuk masa depan industri garam, tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di NTT yang bergantung pada hasil laut dan produk pertanian. Keberlanjutan dan keberhasilan inisiatif ini akan sangat bergantung pada komitmen semua pemangku kepentingan untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.





