Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, di mana ia diminta untuk menjelaskan keterlambatan pembayaran subsidi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PLN dan Pertamina. Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR-MPR RI, Jakarta, pada Selasa (30/9/2025), Ketua Komisi XI Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya verifikasi data dari anak buah Purbaya sebelum mempercayai laporan yang disampaikan.
Misbakhun menyoroti bahwa meskipun Purbaya menyatakan bahwa kompensasi untuk tahun 2024 telah dibayarkan, belum ada kejelasan mengenai beberapa tagihan subsidi yang masih tertunda. Ia menegaskan bahwa ketika kuota subsidi terlampaui, BUMN seperti PLN dan Pertamina tidak diperbolehkan untuk menaikkan harga jual sesuai harga pasar. Hal ini berpotensi menjadi beban APBN di tahun berikutnya, yang seharusnya tidak terjadi.
“APBN di tahun berjalan harus bertanggung jawab terhadap subsidi di tahun sebelumnya dalam bentuk biaya kompensasi,” ujar Misbakhun. Ia juga menginginkan adanya pemahaman yang jelas mengenai alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN. Menurutnya, grafik yang memperlihatkan hubungan antara subsidi dan kompensasi harus diperjelas agar tidak mengakibatkan kebingungan dalam pengelolaan anggaran.
Sebagai contoh nyata, Misbakhun mengungkapkan keterlambatan pembayarannya terhadap PLN. Untuk kuartal pertama, kompensasi yang masih tertunda mencapai Rp27,6 triliun. “Kompensasi di tahun 2022 untuk tahun 2024 itu menjadi beban yang hingga saat ini belum dibayar. Ini adalah tanggung jawab yang harus diselesaikan,” tegasnya. Selain itu, terdapat pula tunggakan diskon listrik yang belum dibayarkan sekitar Rp13,6 triliun, dan kekurangan subsidi DIPA tahun 2024 sebesar Rp3,82 triliun.
Purbaya, dalam menjawab pertanyaan dari anggota DPR, menyampaikan bahwa pembayaran telah dianggarkan di tahun yang sama, namun proses verifikasi seringkali mengakibatkan keterlambatan. “Kompensasi yang seharusnya dibayarkan pada triwulan pertama dan kedua tahun ini sudah dilunasi. Untuk triwulan keempat, akan dilaksanakan pada awal tahun mendatang setelah melalui prosedur yang mengalami penundaan,” jelas Purbaya.
Menyikapi keraguan yang muncul, Purbaya menyatakan pentingnya kerja sama antara kementerian dan BUMN dalam mempercepat proses pembayaran. Ia berjanji untuk memperbaiki waktu proses ke depan, sehingga pembayaran dapat diselesaikan lebih cepat. “Kami ingin memaksimalkan efisiensi agar dalam waktu satu bulan setelah pengajuan, dana dapat segera dikeluarkan,” ungkap Purbaya.
Namun, Purbaya juga menekankan bahwa laporan dari anak buahnya perlu ditelaah lebih dalam. Ia mengajak anggota DPR untuk meneliti kembali laporan-laporan tersebut sebelum mengambil kesimpulan. Hal ini diharapkan dapat menghindari kesalahpahaman lebih lanjut dan memperbaiki tata kelola yang ada.
Pentingnya keterbukaan informasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara juga menjadi sorotan dalam pertemuan tersebut. Anggota DPR, termasuk Misbakhun, menekankan bahwa keterlambatan dalam pembayaran subsidi tidak hanya berdampak pada sektor BUMN, tetapi juga pada masyarakat yang bergantung pada tarif listrik dan bahan bakar yang terjangkau.
Ke depannya, diharapkan ada sinergi yang lebih baik antara Kementerian Keuangan dan BUMN agar berbagai masalah terkait subsidi dan kompensasi dapat diselesaikan dengan lebih efektif. Salah satu langkah yang disarankan adalah peningkatan sistem verifikasi agar tidak ada lagi keterlambatan yang merugikan banyak pihak.
Dengan situasi ini, relevansi pelaksanaan anggaran dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan subsidi harus tetap menjadi perhatian utama. Anggota DPR menekankan, program subsidi merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap masyarakat, sehingga harus dikelola dengan baik untuk mencegah masalah serupa di masa depan.
Src: https://www.suara.com/bisnis/2025/09/30/194333/dpr-cecar-menkeu-purbaya-diminta-jangan-cepat-percaya-laporan-anak-buah?page=all





