
Otoritas Rusia sedang menghadapi krisis besar dalam pasokan bahan bakar minyak (BBM) domestik setelah sekitar 38% kapasitas kilang minyak negara itu lumpuh akibat serangan drone yang intensif dari Ukraina. Situasi ini telah membuat pemerintah Rusia merencanakan langkah-langkah darurat, termasuk mengimpor BBM dari negara-negara Asia seperti China, Korea Selatan, dan Singapura. Kelangkaan pasokan diperkirakan mencapai 20% atau sekitar 400.000 ton per bulan, yang berimbas secara langsung pada lonjakan harga bahan bakar di pasar domestik.
Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, telah mengusulkan serangkaian kebijakan untuk mengatasi krisis ini. Salah satu langkah utama adalah penghapusan tarif bea masuk untuk impor BBM dari luar negeri melalui beberapa pos perbatasan tertentu di wilayah Timur Jauh Rusia. Kebijakan ini nantinya akan disertai dengan kompensasi dari anggaran negara kepada importir. Kompensasi ditujukan untuk menutupi selisih harga antara pasar global dan harga domestik, memungkinkan pasokan impor bersaing di pasar Rusia.
Perusahaan-perusahaan seperti Rosneft dan NNK JSC serta VO “Promsyrieimport”, yang merupakan perusahaan perdagangan luar negeri milik negara, telah ditunjuk sebagai pemasok utama untuk bensin dan solar dari Asia. Dari kebijakan ini, Rusia berharap dapat mengimpor sekitar 350.000 ton bensin dan 100.000 ton solar setiap bulan. Tak hanya dari Asia, Moskow juga merencanakan impor 300.000 ton bensin per bulan dari Belarus, untuk memperkuat pasokan domestik.
Namun, langkah Rusia untuk meningkatkan produksi bensin secara domestik melalui penggunaan aditif monomethylaniline (MMA), yang dikenal berisiko tinggi bagi kesehatan manusia dan telah dilarang sejak tahun 2016, menjadi isu kontroversial. Novak mengusulkan mencabut larangan ini sebagai upaya untuk mengatasi krisis, meskipun banyak pihak khawatir akan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Data dari perusahaan analisis energi Ciala menunjukkan bahwa Rusia kehilangan hampir 38% dari kapasitas kilang minyaknya, yang setara dengan 338.000 ton pengolahan minyak mentah per hari. Sebagian besar gangguan ini—sekitar 70%—dikarenakan serangan drone Ukraina terhadap fasilitas-fasilitas utama. Sejak September lalu, empat kilang minyak utama Rusia, termasuk kilang di Leningrad dan Ryazan, telah berhenti beroperasi, yang merupakan pusat pengolahan minyak terbesar di negara tersebut.
Untuk mengatasi lonjakan harga bahan bakar domestik, pemerintah Rusia telah memperpanjang larangan ekspor bensin dan memperketat pembatasan ekspor solar hingga 31 Desember 2025. Langkah ini diambil untuk memprioritaskan dan menstabilkan pasokan dalam negeri di tengah krisis yang semakin mendalam.
Dalam konteks ini, kekuatan Rusia sebagai salah satu produsen minyak terbesar di dunia terlihat sangat kontras. Seharusnya sebagai pemasok energi, Rusia kini justru terpaksa bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Strategi pemerintah Rusia untuk mengatasi masalah ini menunjukkan upaya yang cepat dan darurat dalam mengelola sumber daya energi, meskipun menimbulkan pertanyaan besar tentang kebijakan jangka panjang untuk ketahanan energi negara tersebut.
Ketidakpastian terhadap pasokan BBM ini dapat memengaruhi stabilitas ekonomi Rusia serta tingkat kehidupan masyarakat dalam kondisi yang semakin sulit. Keputusan-keputusan yang diambil saat ini akan sangat menentukan bagi masa depan sektor energi dan kualitas hidup banyak warga Rusia. Kedaruratan ini mengingatkan bahwa negara-negara besar sekalipun dapat menghadapi situasi krisis yang tidak terduga dalam hal ketahanan energi.
Source: ekbis.sindonews.com





