Investor asing menunjukkan penarikan besar-besaran dari pasar keuangan Indonesia, dengan jumlah mencapai Rp9,76 triliun yang keluar dalam rentang waktu 29 September hingga 2 Oktober 2025. Penjualan ini didominasi oleh aktivitas di pasar saham dan juga surat berharga negara (SBN). Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, investor nonresiden melakukan penjualan bersih sebesar Rp3,31 triliun di pasar saham dan Rp9,16 triliun di pasar SBN dalam periode tersebut.
data menunjukkan tren negatif dalam arus modal asing, karena selama tahun 2025, total penarikan mencapai Rp157,44 triliun. Rincian menunjukkan bahwa di pasar saham terdapat penjualan bersih Rp53,43 triliun, dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tercatat minus Rp128,4 triliun, meskipun ada pembelian bersih senilai Rp24,39 triliun di pasar SBN. Keadaan ini menunjukkan bahwa investor asing semakin berhati-hati dalam berinvestasi di Indonesia, mungkin juga disebabkan oleh ketidakpastian di pasar global dan kondisi makroekonomi domestik.
Di tengah keluarnya modal asing tersebut, ada beberapa indikator yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi pasar. Misalnya, premi credit default swap (CDS) untuk Indonesia dalam tenor lima tahun tercatat di angka 78,87 basis poin pada 2 Oktober, menurun dibandingkan dengan 83,04 basis poin pada 26 September. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan meskipun dalam konteks yang lebih luas, adanya ketidakpastian tetap menjadi tantangan.
Tingkat imbal hasil SBN dengan tenor 10 tahun juga mengalami sedikit penurunan, menjadi 6,3% pada 3 Oktober setelah mencapai 6,32% di hari sebelumnya. Ini berbeda dengan kondisi di pasar AS, di mana imbal hasil US Treasury Note 10 tahun adalah 4,083% pada 2 Oktober. Penurunan imbal hasil SBN bisa jadi merupakan indikator bahwa investor mempertimbangkan risiko dan mencari perlindungan dalam obligasi pemerintah, meskipun banyak yang memilih untuk keluar dari pasar.
Nilai tukar rupiah juga mengalami tekanan, dibuka melemah ke posisi Rp16.610 per dolar AS pada 3 Oktober, fluktuasi ini menunjukkan bahwa keluarnya modal asing memberikan dampak terhadap stabilitas nilai tukar. Sebelumnya, pada penutupan 2 Oktober, rupiah berada di level Rp16.580 per dolar AS, yang menunjukkan adanya volatilitas yang perlu dicermati oleh para pelaku pasar.
Denny menegaskan pentingnya bagi Bank Indonesia untuk terus berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas lainnya serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan dalam mendukung ketahanan ekonomi eksternal Indonesia. Hal ini menjadi vital mengingat dampak dari keluar masuknya modal asing yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Dalam menghadapi situasi ini, menarik untuk melihat bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia mampu merespons untuk memulihkan kepercayaan investor. Berbagai langkah mungkin diperlukan, termasuk kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan dan upaya untuk menarik kembali investasi asing. Keberhasilan dalam hal ini akan mendukung bukan hanya pasar keuangan, tetapi juga ekonomi nasional dalam jangka panjang.
Investor dan analis pasar kini akan memperhatikan bagaimana kondisi ini berkembang, mengingat aliran modal merupakan salah satu indikator kesehatan ekonomi suatu negara. Apakah ini akan menjadi pertanda pergeseran dalam pola investasi asing di Indonesia untuk waktu yang akan datang? Hanya waktu yang akan menjawab.
Source: finansial.bisnis.com





