
Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, baru-baru ini mengumumkan bahwa badan usaha koperasi kini dapat mengelola sektor pertambangan mineral dan batubara. Hal ini didasari oleh adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 yang mengubah PP Nomor 96/2021 terkait Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan diterbitkannya aturan ini, peluang bagi koperasi untuk berkontribusi dalam pengelolaan sumber daya alam semakin terbuka lebar.
Dalam PP tersebut, terdapat beberapa pasal yang menegaskan posisi koperasi dalam sektor pertambangan. Pasal 26 C memastikan adanya verifikasi kriteria administratif untuk legalitas dan keanggotaan koperasi, yang dilakukan oleh Menteri yang bertugas di bidang koperasi. Hal ini memberikan prioritas kepada koperasi dalam mendapatkan izin usaha pertambangan.
Selain itu, Pasal 26 E menyebutkan bahwa Menteri dapat menerbitkan persetujuan untuk pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral logam atau WIUP Batubara secara prioritas. Ini dilakukan melalui Sistem Online Single Submission (OSS), memudahkan proses bagi koperasi yang ingin terlibat dalam industri tersebut.
Batas Luas Wilayah Pertambangan
Salah satu aturan penting dalam PP ini adalah batasan luas WIUP yang dapat dikelola oleh koperasi. Berdasarkan Pasal 26 F, koperasi dan badan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) diperbolehkan mengelola lahan tambang dengan luas maksimum 2.500 hektar. Dengan jumlah ini, diharapkan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi masyarakat di daerah dengan potensi tambang akan lebih optimal.
Menkop menekankan bahwa dengan adanya PP ini, pengelolaan sumber daya alam tidak lagi didominasi oleh perusahaan besar. Fokus utama adalah memberikan kesempatan kepada koperasi yang lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat setempat. “Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat di daerah, bukan hanya profit,” jelasnya.
Peluang bagi Koperasi dan UMKM
Pemerintah juga optimis bahwa kebijakan baru ini akan memberikan dampak positif bagi koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai pengelola tambang. Menkop menyebut bahwa pengelolaan potensi tambang, termasuk emas dan mineral lainnya, harus berfokus pada kepentingan masyarakat lokal.
Ferry Juliantono juga memaparkan bahwa program ini merupakan salah satu langkah untuk memperkuat perekonomian daerah. Ia yakin koperasi akan memanfaatkan peluang ini untuk berinovasi dan menawarkan solusi baru yang menguntungkan bagi masyarakat.
Keselarasan dengan Konstitusi
Kebijakan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola untuk kemakmuran rakyat. Melalui koperasi, pengelolaan tambang diharapkan dapat lebih merata dan adil, tercegahnya dominasi perusahaan besar.
Menkop juga menegaskan perlunya dukungan infrastruktur dan pelatihan untuk koperasi agar dapat mengelola tambang dengan baik. "Koperasi harus dibekali kompetensi yang mumpuni untuk bisa bersaing di bidang pertambangan," ujarnya.
Tantangan dan Harapan
Namun, langkah ini bukan tanpa tantangan. Koperasi yang terlibat harus memiliki kapasitas dan pemahaman yang cukup dalam mengelola tambang untuk memastikan keberlanjutan dan lingkungan yang aman. Pengawasan dari pemerintah juga diperlukan untuk mencegah praktik eksploitatif yang dapat merugikan lingkungan dan masyarakat.
Meski begitu, pemerintah tetap optimis bahwa dengan adanya aturan baru ini, koperasi bisa menjadi penggerak utama dalam pengelolaan tambang yang berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, langkah ini akan membuka jalan bagi kedepan yang lebih cerah bagi sektor koperasi dan masyarakat yang tergantung pada sumber daya alam di daerahnya.
Source: ekbis.sindonews.com





