Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, Senin 13 Oktober 2025, kembali menunjukkan pelemahan. Rupiah dibuka merosot 20 poin atau 0,12% menjadi Rp16.590 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya di Rp16.570 per dolar AS. Pelemahan ini didorong oleh meningkatnya kekhawatiran terkait eskalasi perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa situasi ini dipicu oleh ancaman terbaru dari Presiden AS, Donald Trump. Ia merencanakan penambahan tarif baru sebesar 100% terhadap barang-barang dari Tiongkok. Peningkatan tarif ini berpotensi menekan mata uang yang sensitif terhadap perubahan tarif, seperti rupiah, yang diperkirakan akan menghadapi tantangan lebih berat dibandingkan dengan mata uang lainnya di pasar berkembang.
Menurut informasi yang disampaikan oleh Anadolu, rencana tarif baru ini akan mulai diterapkan pada 1 November 2025, kecuali ada perubahan signifikan dalam kebijakan dari pihak Tiongkok. Ancaman tarif ini muncul setelah Beijing memberlakukan pembatasan ekspor untuk mineral tanah jarang, yang merupakan komponen kunci dalam teknologi tinggi.
Pernyataan Trump mengenai pembatasan ekspor ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Tiongkok. Dia menegaskan bahwa saat ini “tidak ada alasan” untuk melanjutkan rencana pertemuan dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, di KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik mendatang.
Sebagai respons, Tiongkok memperketat kontrol ekspor terhadap unsur tanah jarang, yang tidak hanya meliputi penambangan dan pemisahan, tetapi juga mencakup teknologi penting dalam pemrosesan dan manufaktur. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keamanan nasional dan kepentingan ekonomi dalam menghadapi tekanan dari luar.
Lukman menambahkan bahwa perang dagang yang terus berlanjut ini dapat mengancam stabilitas dolar AS dan berdampak langsung pada mata uang regional di Asia, termasuk rupiah. “Kebijakan tarif yang dikeluarkan Trump dianggapnya untuk memperkuat ekonomi AS, namun dalam analisis saya, langkah tersebut justru membawa dampak kemunduran,” ungkapnya.
Pelemahan kurs rupiah ini bukanlah isu yang sederhana. Penguatan dolar AS di tengah pengetatan kebijakan perdagangan memicu kekhawatiran di kalangan investor. Dalam kondisi ini, psikologi pasar menjadi faktor penting yang dapat memperburuk situasi keuangan.
Kondisi pasar saat ini juga menunjukkan bahwa investor cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Jika perang dagang ini terus berlanjut, dampaknya dapat meluas tidak hanya pada nilai tukar mata uang tetapi juga pada ekonomi domestik berskala lebih besar.
Berbagai pihak mencermati perkembangan ini dengan seksama, mengingat dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan, baik terhadap perdagangan internasional maupun hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, investor dan pelaku pasar harus waspada terhadap berbagai kemungkinan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan keuangan global.
Sebagai langkah antisipatif, sejumlah analis merekomendasikan agar pelaku pasar tetap mengikuti berita dan rilis kebijakan terbaru dari kedua negara. Kesiapan menghadapi perubahan dalam kebijakan perdagangan menjadi kunci untuk menjaga portofolio investasi tetap aman di tengah gejolak pasar.
Dengan dinamika yang berkembang, kita akan terus mengawasi bagaimana pergerakan kurs rupiah dan dampaknya di dalam negeri, serta respon dari pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tantangan global yang kian kompleks.
Source: mediaindonesia.com





