Viral di media sosial, sebuah video menunjukkan aksi nakal seorang pegawai penukaran uang di Bali, tepatnya di kawasan Junjungan, Ubud, yang mengurangi jumlah uang rupiah yang diterima nasabah. Dalam praktik curang tersebut, selisih uang mencapai sekitar Rp2 juta. Catatan ini segera memicu reaksi dari berbagai pihak, khususnya Asosiasi Penukaran Valuta Asing (PVA) Bali, yang menegaskan bahwa money changer tersebut beroperasi tanpa izin resmi.
Video yang merekam aksi penipuan ini diunggah oleh seorang wisatawan asing yang mengaku menjadi korban. Setelah penukaran dilakukan, ia menyadari bahwa jumlah uang yang diterima tidak sesuai. Hal ini kemudian menarik perhatian dan meningkatnya kesadaran terhadap kebutuhan akan pengawasan yang lebih ketat pada aktivitas penukaran uang di daerah wisata.
Ketua PVA Bali, Ayu Astuti Dhama, mengungkapkan kekhawatirannya terkait praktik ilegal ini. Ia menegaskan bahwa keberadaan money changer yang tidak berizin tidak hanya merugikan nasabah, tetapi juga merugikan industri penukaran uang yang telah berizin dan diatur oleh otoritas. “Kami keberatan dengan keberadaan mereka karena tidak membayar pajak dan beroperasi tanpa izin, yang berdampak negatif pada citra pariwisata Bali,” ungkapnya.
Langkah-langkah telah diambil oleh pihak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini. Petugas dari Kepolisian Sektor Ubud sudah memulai penyelidikan dan memeriksa oknum pegawai yang terlibat, yang disebut berinisial GSDY. Penegakan hukum ini diharapkan dapat memberi efek jera bagi pelaku lain dan memperbaiki kondisi di lapangan.
Regulasi dan Pengawasan Money Changer
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2026, semua money changer yang beroperasi di Indonesia wajib memiliki izin usaha. Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, baik langsung maupun tidak langsung, kepada usaha penukaran valuta asing. Jika terbukti melanggar, BI dapat memberikan sanksi, termasuk merekomendasikan pencabutan izin usaha dari pihak berwenang.
Data terakhir yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia mencatat hingga triwulan I-2025, terdapat 137 kantor pusat dan 413 cabang KUPVA bukan bank di Bali. Total transaksi selama periode itu mencapai Rp6,18 triliun, dengan perincian penjualan sebesar Rp3,12 triliun dan pembelian Rp3,05 triliun. Angka ini menggambarkan besarnya aktivitas penukaran uang yang sah dan legal di pulau tersebut, sekaligus menunjukkan adanya potensi kerugian akibat praktik ilegal.
Panduan untuk Masyarakat
Mengingat banyaknya praktik ilegal yang terjadi, masyarakat dan wisatawan diimbau untuk lebih berhati-hati. Bank Indonesia menyediakan informasi terperinci mengenai jaringan kantor KUPVA BB yang berizin di Bali melalui situs resmi. Wisatawan juga dapat melaporkan dugaan keberadaan money changer ilegal lewat tautan yang disediakan, yang akan ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.
Kejadian ini tentunya menjadi pengingat penting akan tanggung jawab bersama dalam menjaga integritas pelayanan di bidang keuangan, terutama di kawasan pariwisata yang menjadi sumber pendapatan utama bagi Bali. Pelaku industri yang bertanggung jawab harus didukung untuk memastikan bahwa praktik-praktik curang tidak merusak citra dan potensi perekonomian daerah.
Diharapkan, dengan upaya penegakan hukum dan pendidikan yang tepat bagi masyarakat, kejadian serupa tidak akan terulang di masa depan.
Source: www.viva.co.id





