Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kini menemukan kemudahan baru dalam mendapatkan kredit bank berkat pencatatan keuangan digital yang semakin banyak diadopsi. Para bank lebih memprioritaskan UMKM yang memiliki sistem manajemen keuangan yang rapi dan transparan. Hal ini menjadi penting karena adanya peningkatan kepercayaan dari lembaga keuangan untuk memberikan pinjaman berdasarkan data yang terverifikasi.
Yosia Sugialam, CEO & Co-Founder Paper.id, menjelaskan bahwa tren ini terlihat jelas dari basis pengguna platform-nya. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan layanan pembayaran digital dan invoicing meningkat signifikan di kalangan UMKM. Menurutnya, “Bagi perbankan, verifikasi lewat digitalisasi itu mendorong mereka berani mengucurkan dana lebih buat kasih modal kepada pelaku usaha tersebut.” Hal ini mengindikasikan bahwa bank lebih cenderung untuk memberikan pinjaman kepada pelaku usaha yang mampu menunjukkan catatan keuangan yang baik melalui sistem digital.
Data terkini menunjukkan bahwa Paper.id telah melayani lebih dari 700.000 pelaku usaha, dengan total transaksi mencapai lebih dari US$3,7 miliar atau sekitar Rp57 triliun. Platform ini juga telah memproses lebih dari 14 juta invoice, dengan rata-rata nilai transaksi per invoice berkisar antara Rp5 juta hingga Rp10 juta. Sektor makanan dan minuman, kesehatan, serta kecantikan menjadi pengguna utama dengan kontribusi hingga 30% dari total pengguna.
Namun, meski penggunaan digitalisasi meningkat, tetap ada tantangan yang harus dihadapi. Banyak UMKM, terutama yang terlibat dalam rantai pasok tradisional, masih melakukan transaksi secara offline. Misalnya, petani penyuplai bahan baku bagi kedai kopi sering kali belum menggunakan sistem digital untuk pencatatan transaksi mereka. Ini menjadi penghambat akses mereka untuk mendapatkan kredit, meskipun secara bisnis mereka sudah berpotensi besar.
“Sayang banget, soalnya masalahnya ternyata hanya karena mereka belum tercatat secara digital saja,” tambah Yosia. Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk mendorong digitalisasi tidak hanya berlaku bagi UMKM yang langsung berinteraksi dengan konsumen, tetapi juga mencakup jejaring rantai pasok dari bisnis-bisnis besar.
Salah satu solusi yang diusulkan oleh Yosia adalah membuka potensi digitalisasi pada supply chain, yang dapat memperkuat posisi UMKM sebagai vendor atau supplier dari perusahaan besar. Dengan mengadopsi sistem digital, UMKM tidak hanya meningkatkan efisiensi operasi, tetapi juga meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan.
Tak pelak, fenomena digitalisasi ini tidak hanya memberikan manfaat bagi UMKM, tetapi juga bagi bank itu sendiri. Dengan adanya data yang rapi dan terstruktur, bank bisa lebih mudah melakukan analisis risiko dan memberikan penilaian yang lebih akurat terhadap kelayakan kredit. Hal ini menjadi win-win solution bagi kedua belah pihak.
Selain itu, transformasi digital di kalangan UMKM juga berkontribusi terhadap pendorongan ekonomi nasional. Dengan semakin banyaknya UMKM yang beradaptasi dengan teknologi, potensi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri pun terbuka lebar.
Sementara itu, perkembangan situasi ini menunjukkan bahwa digitalisasi bukan hanya sebuah pilihan, melainkan sebuah keniscayaan bagi pelaku UMKM yang ingin bertahan dan berkembang di era modern. Banyak yang menyadari perlunya berinvestasi dalam sistem manajemen keuangan yang baik untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan dari bank.
Ke depan, diharapkan lebih banyak UMKM yang menuju digitalisasi, sehingga mereka bisa mendapatkan akses yang lebih besar terhadap pembiayaan. Ini menjadi saat yang tepat untuk merancang kebijakan yang mendukung langkah tersebut, agar potensi besar yang dimiliki oleh UMKM dapat terealisasi dengan baik dan berkontribusi lebih akurat terhadap pembangunan ekonomi negara.
Source: finansial.bisnis.com





