
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia mengumumkan rencana penempatan antara 30 hingga 40 persen modalnya pada Surat Berharga Negara (SBN). Langkah strategis ini dianggap perlu untuk menjaga likuiditas dan stabilitas modal negara di saat perkembangan proyek-proyek strategis belum dapat dilakukan secara langsung.
Ajib Hamdani, seorang Analis Kebijakan Ekonomi dari Apindo, menjelaskan bahwa penempatan dana di SBN adalah praktik umum yang diterapkan oleh sovereign wealth fund (SWF) di berbagai negara. "Di fase awal, dana harus tetap bergerak. Ini penting sambil menunggu proyek siap, seperti studi kelayakan dan koordinasi," ujar Ajib. Dengan memilih instrumen yang likuid dan berdenominasi rupiah, Danantara mampu menjaga nilai modal negara tanpa mengambil risiko yang tinggi.
Pentingnya Investasi Likuid
Keputusan untuk mengalokasikan dana ke pasar publik bukanlah langkah sementara. Ajib menegaskan bahwa meskipun proporsi investasi di SBN akan berkurang seiring berjalannya waktu, investasi di instrumen publik akan terus ada. "Ini sangat umum di dunia SWF. Banyak lembaga, seperti Norges dan GIC, tetap mempertahankan sebagian portofolio mereka pada pasar publik sebagai jangkar likuiditas dan diversifikasi risiko," jelasnya.
Salah satu alasan di balik strategi ini adalah untuk menghindari risiko tinggi yang mungkin muncul jika seluruh dana langsung dicurahkan ke proyek. Misalnya, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) membutuhkan waktu lama untuk mencapai titik impas, jadi tidak bijak jika langsung menginvestasikan semua dana yang tersedia.
Alokasi Berdasarkan Proyek Strategis
Kedepannya, seiring meningkatnya pengembangan proyek strategis, Danantara berencana untuk menyeimbangkan komposisi antara investasi publik dan swasta. "Public market tetap penting, tetapi porsinya akan lebih proporsional saat proyek mulai berjalan," kata Ajib. Hal ini menunjukkan bahwa Danantara memiliki rencana jangka panjang yang berfokus pada stabilitas keuangan dan pembiayaan yang berkelanjutan.
Praktik ini juga mirip dengan pendekatan yang diambil oleh lembaga investasi serupa lainnya, seperti Temasek di Singapura dan Kuwait Investment Authority, yang juga memulai dengan investasi di obligasi dan saham sebelum beralih ke proyek sektor riil. "Tidak semua SWF memfokuskan diri pada hal yang sama; ada yang konservatif menjaga modal dan ada pula yang agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," tambah Ajib.
Tantangan dan Kritik Publik
Meskipun Danantara telah menjelaskan alasan di balik penempatan dividen BUMN di SBN, masih ada kritik dari publik yang menganggap bahwa dana negara seharusnya langsung diinvestasikan ke proyek-proyek strategis. Ajib menanggapi kritik ini dengan mengatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami peran SWF dalam menjaga nilai aset negara lintas generasi.
“Ini bukan tentang mencari untung instan, tetapi tentang membangun tata kelola investasi yang berkelanjutan dan hati-hati. Tentu ada waktu yang dibutuhkan sebelum investasi dapat mulai berfungsi sepenuhnya,” tegasnya. Mandat Danantara adalah untuk mendukung industrialisasi dan kemandirian ekonomi, meskipun saat ini masih dalam tahap pengembangan.
Meningkatkan Literasi Publik
Ajib berharap bahwa kritik terhadap Danantara bisa menjadi momentum untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai fungsi dan mekanisme kerja SWF. Menurutnya, transparansi dan komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola investasi negara.
Sebagai ringkasan, Danantara sedang berupaya menciptakan keseimbangan antara investasi likuid dan proyek strategis guna memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, penempatan dana di SBN bukanlah langkah yang sembarangan, melainkan bagian dari strategi besar untuk membangun fondasi investasi yang kuat di masa depan.
Source: economy.okezone.com





