Raksasa teknologi Amazon kembali bersiap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, menandakan adanya pergeseran signifikan dalam strategi operasional perusahaan. Setelah memangkas lebih dari 27.000 posisi di dua tahun terakhir, perusahaan yang dipimpin CEO Andy Jassy ini kini berencana memberhentikan hingga 15 persen dari Tim Sumber Daya Manusia (HR), yang setara dengan sekitar 1.500 pegawai dari total 10.000 karyawan di divisi tersebut.
Menurut laporan dari Fortune yang mengutip sumber internal, pemangkasan kali ini tidak hanya akan menyasar divisi HR, tetapi juga dapat meluas ke berbagai unit bisnis inti lainnya, termasuk ritel konsumen dan teknologi internal Amazon. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa perusahaan berencana untuk memperkuat otomatisasi dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam operasional sehari-hari.
Seiring dengan upaya efisiensi yang dicanangkan perusahaan, Amazon diketahui mengalokasikan investasi besar-besaran, mencapai US$100 miliar atau setara Rp1.650 triliun, untuk belanja modal tahun ini. Investasi tersebut sebagian besar diperuntukkan bagi pengembangan pusat data dan produk berbasis AI. Hal ini menunjukkan bahwa Amazon ingin mempercepat transformasi digital dengan mengandalkan teknologi yang semakin canggih, yang berpotensi menggantikan beberapa fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh manusia.
Ketika kabar PHK ini muncul, divisi HR di bawah pimpinan Beth Galetti, yang merupakan ujung tombak dalam urusan rekrutmen dan manajemen karyawan, menjadi salah satu fokus utama. Namun, Amazon belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai jumlah total pegawai yang akan terdampak atau kapan gelombang PHK ini akan dimulai.
Strategi pemangkasan karyawan ini merupakan bagian dari visi Jassy untuk menekan biaya tenaga kerja dan memperlihatkan komitmen perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi. Dalam email internal yang dipublikasikan pada bulan Juni lalu, Jassy menegaskan bahwa perubahan berbasis AI akan mempengaruhi struktur tenaga kerja secara signifikan. “Mereka yang mau beradaptasi dengan perubahan ini, akan berada di posisi terbaik untuk membawa dampak besar,” katanya.
Situasi ini mencerminkan arah baru yang diambil Amazon di bawah Jassy, yang dikenal dengan sistem evaluasi “unregretted attrition” (URA). Meskipun pemangkasan ini dianggap sebagai langkah strategis skala besar, sumber dari Fortune menjelaskan bahwa kali ini berbeda dari praktik URA biasa, yang sebelumnya lebih bersifat rotasi tahunan.
Dalam konteks yang lebih luas, Amazon bukan satu-satunya perusahaan yang memangkas lapangan pekerjaan. Selama tahun ini, banyak perusahaan teknologi besar, termasuk Meta, Google, dan Microsoft, juga telah melakukan penyusutan karyawan menyusul militan perekrutan yang terjadi selama pandemi.
Menariknya, di tengah rencana PHK, Amazon juga membuka lowongan bagi 250.000 pekerja musiman untuk memenuhi lonjakan permintaan menjelang musim belanja akhir tahun. Ini menunjukkan dualitas yang dihadapi banyak perusahaan saat berupaya menyeimbangkan efisiensi biaya di satu sisi, sementara juga memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Saham Amazon tercatat turun sekitar 1 persen sejak awal 2025, meskipun menunjukkan kenaikan 15 persen dibanding tahun lalu. Dengan laporan kinerja keuangan kuartal ketiga yang dijadwalkan akhir bulan ini, para investor menantikan kepastian arah bisnis di tengah kompleksitas otomasi dan restrukturisasi tenaga kerja.
Kepemimpinan Andy Jassy tampaknya tengah menghadapi tantangan yang tidak mudah: bagaimana mengintegrasikan teknologi AI untuk efisiensi sambil tetap menjaga keberlangsungan operasi dan kesejahteraan karyawan yang tersisa. Proses adaptasi ini bisa menjadi titik balik yang signifikan bagi Amazon dan industri teknologi secara keseluruhan, seiring dengan perubahan-perubahan yang tidak terelakkan di dunia kerja.
Source: www.viva.co.id





