Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini merespons bantahan dari Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terkait data dana mengendap di Bank Daerah. Dalam pengumuman yang mengejutkan, Purbaya menyatakan bahwa data yang diungkapnya mengenai jumlah dana yang tercatat mengendap di rekening pemerintah daerah berasal langsung dari Bank Indonesia (BI). Menurut Purbaya, terjadi perbedaan signifikan antara laporan BI dan hasil pengamatan Bobby. Ia menyayangkan jika seorang gubernur tidak yakin dengan data resmi yang dikeluarkan oleh bank sentral.
Purbaya menjelaskan, "Itu dana dari BI, itu dicek sama BI. Harusnya betul seperti itu. Mereka harus cek lagi seperti apa dana, dana di perbankan mereka." Pernyataan tersebut mendukung bukti bahwa anggaran yang mengendap di Bank Sumut bisa mencapai Rp 3,1 triliun, sebuah angka yang diingkari oleh Bobby Nasution. Gubernur Nasution menyebutkan bahwa saldo Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di Bank Sumut hanya sebesar Rp 990 miliar. "Jadi coba apakah kami salah input, atau seperti apa, yang disampaikan pak menteri," ungkapnya.
Sebelumnya, Purbaya sempat juga mengisyaratkan ke Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi, yang juga mengalami situasi serupa. Dalam celotehan yang bermakna, Purbaya mempertanyakan keakuratan informasi yang diterima Dedi, dengan mengatakan kemungkinan Dedi "ditipu anak buahnya." Dalam pernyataannya, ia merujuk pada uang yang mengendap hingga Rp 4,17 triliun di perbankan milik Pemprov Jawa Barat.
Melihat pertikaian ini, muncul pertanyaan tentang bagaimana kedua gubernur dapat memiliki informasi yang saling bertentangan dengan data yang dikeluarkan oleh BI. Purbaya meminta agar gubernur mengecek langsung informasi terkait dana yang berada di bank masing-masing. Ini menekankan perlunya transparansi dan akurasi dalam laporan keuangan pemerintah daerah, yang sangat penting bagi pengelolaan keuangan publik yang baik.
Perbandingan Data yang Mencolok
Situasi ini mencerminkan adanya kesenjangan dalam pengelolaan keuangan di tingkat daerah. Dengan kompleksitas masalah keuangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah, sangat penting untuk memiliki sistem pelaporan yang akurat dan transparan. Data dari BI seharusnya menjadi acuan utama bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi kinerja keuangan mereka. Adanya ketidakcocokan angka antara pemerintah daerah dan bank sentral bisa mengindikasikan adanya kelalaian dalam pengelolaan dana.
Seri Tanggapan dan Tudingan
Bobby Nasution tidak hanya membantah data dari Purbaya, tetapi juga menyerukan publik untuk melakukan pengecekan data RKUD secara langsung. Dalam pernyataannya, ia menegaskan, "RKUD kita cuma satu ya, di RKUD kita itu hanya Bank Sumut. Hari ini saldonya di sana ada Rp 990 miliar." Hal ini menunjukkan bahwa Gubernur Nasution berusaha untuk mempertahankan integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran daerah.
Purbaya, di sisi lain, berpegang teguh pada datanya. Ia menjelaskan bahwa informasi yang ia himpun adalah hasil dari laporan konstan yang diterima oleh Bank Indonesia. "Itu kan dari data dari bank sentral, itu laporan dari bank yang dilaporkan setiap saat ke bank sentral," tegasnya.
Implikasi untuk Pengelolaan Keuangan Daerah
Kasus ini menyoroti pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Ketidakcocokan data antara pemerintah pusat dan daerah bisa menciptakan masalah bagi pengembangan kebijakan dan realisasi anggaran. Publik seharusnya mendukung upaya untuk mengklarifikasi dan memperbaiki ketidakakuratan data demi kepentingan bersama.
Politik dan anggaran daerah sering kali berhubungan erat, dan pertikaian antara Purbaya dan para gubernur ini menggambarkan betapa pentingnya integrasi data yang berbasis fakta dalam pengambilan keputusan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang alur dana, diharapkan setiap langkah dalam pengelolaan keuangan publik dapat menjadi lebih efisien dan bermanfaat bagi masyarakat.
Source: www.suara.com





