
Amerika Serikat (AS) dan China telah memulai perundingan perdagangan tingkat tinggi di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tanggal 26 Oktober 2025. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meredakan ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia menjelang pertemuan penting antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping yang dijadwalkan berlangsung pekan depan. Pembicaraan ini dianggap krusial untuk membahas isu-isu yang memicu konflik dagang yang berkepanjangan.
Diskusi berlangsung di Merdeka 118, salah satu landmark Kuala Lumpur, selama sekitar lima setengah jam. Delegasi AS dipimpin oleh Sekretaris Keuangan Scott Bessent, sedangkan wakil dari China adalah Wakil Perdana Menteri He Lifeng, yang dikenal sebagai salah satu pejabat terdekat Xi. Seorang juru bicara Departemen Keuangan AS mengungkapkan bahwa hari pertama perundingan berjalan “sangat konstruktif,” meskipun tidak merinci poin-poin yang disepakati. Pertemuan ini dijadwalkan dilanjutkan pada Minggu pagi.
Pertemuan ini memiliki peranan strategis menjelang dialog tatap muka antara Trump dan Xi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC di Korea Selatan pada 30 Oktober. Bessent dan He Lifeng dituntut untuk menjembatani perbedaan dan menegosiasikan pencabutan sejumlah sanksi yang telah diberlakukan oleh kedua negara.
Sesi ini berlangsung di tengah kunjungan Trump ke Asia, di mana ia menyatakan bahwa dirinya dan Xi memiliki “banyak hal untuk dibahas.” Dalam sebuah wawancara di pesawat kepresidenan, Trump mengungkapkan harapannya agar kedua pihak dapat mencapai kompromi. Ia menegaskan bahwa meskipun tarif yang dikenakan AS terhadap produk China sudah mencapai 157 persen, dialog adalah kunci untuk mencapai perdamaian dalam hubungan dagang.
Isu yang dibahas tidak hanya terbatas pada tarif. Trump juga menuntut agar China melanjutkan pembelian kedelai asal AS, menangani perdagangan fentanil yang ilegal, dan melonggarkan pembatasan ekspor komoditas penting. Di sisi lain, Beijing telah mengambil langkah-langkah balasan dengan memperketat kontrol ekspor terhadap logam tanah jarang, yang merupakan komoditas penting dalam sektor teknologi.
Stabilitas hubungan AS-China kembali terancam setelah Washington memperluas pembatasan terhadap sektor teknologi dan mengusulkan pungutan tambahan untuk kapal-kapal China. Tindakan balasan dari Beijing menunjukkan ketegangan yang semakin meningkat, dan traktat gencatan dagang yang ada di antara kedua negara akan berakhir pada 10 November mendatang.
Dampak dari ketegangan ini tidak hanya dirasakan oleh kedua negara, tetapi juga berdampak pada ekonomi global secara keseluruhan. Dalam konteks ini, Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menyampaikan harapan agar AS dan China segera menemukan solusi damai, yang akan memberikan manfaat tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga kawasan Asia Tenggara.
Hubungan dagang yang stabil antara AS dan China sangat penting, mengingat keduanya merupakan mitra dagang utama bagi banyak negara di dunia. Perundingan ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan dan mengurangi ketidakpastian yang kini sedang melanda ekonomi global.
Perkembangan ini menjadi catatan penting bagi pengamat ekonomi dan politik, di mana kedua negara diharapkan dapat kembali berpikir rasional demi kepentingan bersama. KTT APEC yang akan datang dapat menjadi momentum penting untuk membangun fondasi baru dalam hubungan dagang antara kedua kekuatan besar ini. Sementara itu, perhatian tersisa pada pertemuan selanjutnya di Kuala Lumpur, yang akan mencerminkan arah baru dalam hubungan dagang yang telah berlangsung lama dan penuh tantangan ini.
Source: ekbis.sindonews.com





