
Kasus perebutan lahan yang melibatkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menarik perhatian publik. Lahan seluas 16,4 hektare di Makassar dilaporkan telah dirampok oleh mafia tanah. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, tanah tersebut memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, perusahaan milik Jusuf Kalla.
Namun, konflik muncul antara pihak PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) dan Mulyono, yang mengklaim hak atas lahan tersebut. Pengadilan Negeri Makassar menerbitkan perintah eksekusi tanpa melalui proses yang semestinya, yakni konstatering. Proses ini penting untuk memastikan objek yang akan dieksekusi sesuai dengan putusan pengadilan.
Nusron menyatakan bahwa eksekusi ini tidak sesuai prosedur. “Proses eksekusi itu belum melalui proses konstatering,” ungkapnya saat konferensi pers. Menurutnya, lahan yang diklaim memiliki dua masalah hukum yang belum selesai, termasuk HGB yang dimiliki Jusuf Kalla.
Nusron telah mengirimkan surat kepada Pengadilan Negeri Kota Makassar untuk mempertanyakan proses eksekusi tersebut. Dia mengingatkan bahwa gugatan PTUN yang diajukan oleh Mulyono belum memenuhi ketentuan yang berlaku. “Tiba-tiba dieksekusi tanpa mempertimbangkan semua pihak,” jelasnya.
Sementara itu, Jusuf Kalla juga memberikan pernyataan yang serius tentang situasi ini. Dia menduga bahwa ada permainan oknum mafia tanah di balik konflik ini. Menurutnya, situasi ini adalah “kebohongan dan rekayasa” serta menyebut pihak-pihak tertentu yang terlibat. “Ini adalah permainan Lippo. Jadi jangan main-main di sini, Makassar ini,” kata JK dengan tegas.
Kalla juga mempertanyakan klaim lahan oleh Mulyono, yang dilihatnya tidak relevan dengan latar belakang orang tersebut. “Masa penjual ikan memiliki lahan seluas ini?” tandasnya.
Kasus ini mencerminkan masalah yang lebih dalam terkait mafia tanah di Indonesia. Nusron Wahid menegaskan pentingnya penyelesaian yang transparan untuk mencegah praktik ilegal di sektor pertanahan. “Kami berkomitmen untuk memberantas praktik mafia tanah di Makassar,” tambahnya.
Di tengah konflik ini, masyarakat berharap agar otoritas dapat bertindak tegas. Keadilan harus ditegakkan agar hak setiap individu, terutama mereka yang sah memiliki tanah, tidak terampas. Dalam konteks ini, transparansi dan kepatuhan terhadap hukum adalah kunci untuk mengatasi konflik lahan yang marak akhir-akhir ini.
Berbagai pihak perlu berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah ini secara adil. Mengedepankan dialog antara semua pihak yang terlibat sangat penting untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan aparat hukum untuk menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak rakyat atas tanah mereka.
Penting bagi masyarakat untuk terus mengawasi dan melaporkan praktik mafia tanah. Melalui kesadaran dan pemahaman, masyarakat dapat berperan aktif dalam melindungi hak-haknya. Dengan demikian, kasus seperti yang menimpa Jusuf Kalla tidak akan terulang di masa depan.
Kita harus menunggu langkah selanjutnya dari pengadilan dan pihak terkait lainnya. Bagaimana pemerintah dan lembaga hukum menjalani proses ini akan sangat menentukan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang ada. Keadilan harus menjadi prioritas utama dalam menyembuhkan luka yang ditimbulkan oleh praktik mafia tanah di Indonesia.
Baca selengkapnya di: ekbis.sindonews.com




