Industri biomassa di Gorontalo terjebak dalam isu deforestasi yang meresahkan. Namun, Asosiasi Produsen Energi Biomassa Indonesia (APREBI) memberikan klarifikasi yang penting. Mereka menyatakan bahwa semua aktivitas industri biomassa di Indonesia, termasuk di Gorontalo, dilaksanakan sesuai dengan prinsip legalitas dan keberlanjutan.
Sekretaris Jenderal APREBI, Dikki Akhmar, menjelaskan bahwa setiap perusahaan wood pellet di Indonesia harus memenuhi standar Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Sistem ini diakui secara internasional sebagai bukti bahwa bahan baku kayu berasal dari sumber yang legal dan dikelola dengan bertanggung jawab. SVLK menjadi syarat utama bagi ekspor kayu ke negara mitra.
Dikki menegaskan bahwa industri wood pellet di Indonesia berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan dengan mengandalkan hutan tanaman industri. Mereka tidak mengambil kayu dari hutan alam. “Investasi yang telah dilakukan menunjukkan keseriusan pelaku usaha dalam mendukung energi hijau,” kata Dikki dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Legal dan Lestari” yang diselenggarakan oleh APREBI di Jakarta.
APREBI berharap agar informasi yang beredar di pasar internasional bersumber dari data yang valid. Isu yang tidak berdasar dapat menimbulkan persepsi keliru. Itu berpotensi berdampak negatif pada iklim investasi dan ekspor produk biomassa Indonesia. Dikki juga menekankan pentingnya dialog konstruktif dan verifikasi fakta di lapangan. Hal ini mencegah kesalahpahaman yang merugikan semua pihak.
Sementara itu, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) Kementerian Kehutanan, Erwan Sudaryanto, menegaskan bahwa produk biomassa Indonesia melalui proses verifikasi berlapis. Proses ini menggunakan sistem SVLK untuk memastikan legalitas bahan baku. SVLK juga menilai keberlanjutan ekosistem dan kepatuhan terhadap regulasi nasional.
“SVLK memberikan jaminan bahwa kayu dan produk turunannya berasal dari sumber yang sah dan dikelola secara lestari,” ungkap Erwan. Negara-negara mitra seperti Jepang, Korea, dan Uni Eropa telah mengakui sistem ini sebagai bagian dari kepatuhan terhadap prinsip due diligence compliance.
Data terbaru menunjukkan bahwa ekspor wood pellet Indonesia mencapai USD 40,3 juta pada 2024. Ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Gorontalo menjadi salah satu kontributor terbesar, dengan pangsa pasar 29,96%, diikuti oleh Jawa Timur.
Kementerian Kehutanan mengingatkan kembali komitmen pemerintah terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan. Mereka menyatakan bahwa kayu Indonesia adalah kayu yang legal, lestari, dan terverifikasi. Ini adalah wujud nyata dari komitmen pemerintah untuk menjaga kepercayaan pasar global. Pemerintah ingin memastikan keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.
APREBI mengajak semua pihak untuk bersama menjaga reputasi positif industri biomassa. Penyampaian informasi yang akurat dan berbasis data diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai penyedia energi hijau yang bertanggung jawab di pasar global. Keberlanjutan industri ini tidak hanya penting untuk ekonomi, tetapi juga untuk kelestarian lingkungan.
Melalui kerjasama dan verifikasi fakta, pelaku industri biomassa dapat terus berkontribusi pada pengembangan energi terbarukan, tanpa merugikan lingkungan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya dalam memproduksi energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Baca selengkapnya di: www.suara.com




