Di tengah keberagaman bumbu tradisional Nusantara, terasi udang menonjol sebagai salah satu yang paling ikonik. Bumbu ini, hasil fermentasi udang kecil atau rebon, telah menjadi bagian integral dalam masakan Indonesia, digunakan dalam berbagai hidangan, mulai dari sambal terasi hingga nasi goreng. Meskipun terasi sudah ada sejak ratusan tahun lalu, pencinta kuliner kini melihatnya dengan cara baru berkat inovasi dan teknologi.
Proses pengawetan udang melalui fermentasi sudah menjadi tradisi masyarakat pesisir Indonesia sejak zaman kerajaan maritim. Keberadaan terasi tidak hanya menegaskan kekayaan kuliner lokal, tetapi juga menunjukkan betapa bumbu ini mampu bertahan dalam arus perubahan zaman. Terasi kini merambah era modern dengan dukungan media sosial yang memudahkan penggunaannya dalam resep-resep kekinian.
Sejumlah penelitian menunjukkan, tren penggunaan terasi meningkat di kalangan generasi muda. Banyak orang mulai mengolah terasi dalam kreasi makanan modern. “Di TikTok, kami sering lihat anak muda bikin sambal instan atau kreasi mie pedas pakai terasi—itu keren banget,” ungkap Sherry, Creative Digital Executive dari King’s Fisher. Ia menambahkan bahwa perusahan mereka telah melakukan inovasi dengan membuat kemasan terasi yang praktis, sehingga lebih mudah digunakan.
Kebangkitan terasi sebagai bumbu yang relevan di dapur masa kini juga mencerminkan kebangkitan bumbu tradisional lainnya. Dalam konteks globalisasi, terasi tidak hanya menjadi makanan lokal, tetapi juga simbol kecintaan terhadap cita rasa Indonesia di pasar global. Di luar negeri, produk olahan seperti terasi menarik perhatian diaspora Indonesia, menjadi pengingat akan kampung halaman. Hal ini sejalan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan peningkatan ekspor produk olahan laut, termasuk terasi, dalam beberapa tahun terakhir.
Penggunaan terasi yang lebih praktis dan modern menjadi tren penting di kalangan produsen. Kini, terasi tidak lagi dikemas dalam bentuk tradisional yang kurang menarik. Sebagai contoh, King’s Fisher telah mengadaptasi kemasan produk mereka agar lebih higienis dan praktis, menjawab kebutuhan konsumen yang sibuk namun tetap ingin menikmati rasa autentik. “Kami ingin orang tetap bisa merasa dekat dengan rasa masa kecil, walau hidup di zaman yang serba cepat,” ujar Ricky, Direktur Utama PT. Bali Maya Permai.
Bukan hanya kemasan, tetapi kualitas terasi juga terus dijaga. Produk terasi modern kini dibuat dari udang segar pilihan yang diolah dengan standar industri tinggi. Sertifikasi halal juga diperoleh untuk memenuhi kebutuhan beragam konsumen, dari ibu rumah tangga hingga kalangan profesional yang ingin memasak dengan cepat.
Inovasi dalam bentuk dan strategi pemasaran sangat penting untuk memaksimalkan potensi terasi. Dengan menggunakan platform digital, produsen dapat lebih mudah menjangkau pasar yang lebih luas, baik domestik maupun internasional. Penyesuaian terhadap selera konsumen menjadi kunci keberhasilan dalam mempertahankan relevansi bumbu ini di tengah persaingan global.
Di balik semua perubahan ini, aroma khas terasi tetap menjadi daya tarik utama. Terasi udang bukan sekadar bumbu, tetapi bagian dari identitas kuliner Indonesia. Melalui penyesuaian dalam kemasan dan penggunaan, terasi diharapkan tidak hanya eksis tetapi juga tumbuh sekaligus mendunia, memastikan bahwa cita rasa lokal tetap hidup dalam setiap hidangan yang terbuat dari bumbu ini.
Dengan berbagai inovasi yang telah dilakukan, terasi udang kini tidak hanya menjadi pilihan bumbu bagi masakan tradisional, tetapi juga bagi inovasi kuliner masa depan.





