
Menyikapi kasus mafia tanah yang telah mengganggu kehidupannya selama empat tahun, artis Nirina Zubir berbagi kisah perjuangannya dalam menghadapi masalah ini. Dia telah menerima enam sertifikat tanah milik almarhumah ibunya yang sebelumnya digelapkan oleh mantan asisten rumah tangganya, Riri Khasmita. Meski begitu, Nirina masih harus menghadapi proses hukum lebih lanjut karena ada banding yang diajukan oleh para pelaku.
"Jadi saat ini, urusannya bukan dokumen lagi tapi lebih ke persidangan," ujar Nirina saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat, pada 3 Juli 2025. Perjuangannya tidak hanya melibatkan waktu dan tenaga, tetapi juga emosional, karena sidang demi sidang yang berlangsung dalam seminggu, bahkan hingga tiga kali, cukup mengganggu pekerjaan serta kehidupannya sebagai seorang artis.
Ia tidak sendiri dalam perjuangan ini. Banyak juga korban lainnya yang terdampak oleh aksi nakal mafia tanah. Nirina berharap akan ada perubahan nyata dari pemerintah untuk memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. "Semoga pemerintah bisa memegang janjinya untuk memberantas mafia tanah karena saya sebagai salah satu korban merasakan lamanya proses menyelesaikan masalah ini. Ayo dong pemerintah," ungkapnya dengan penuh harapan.
Latar Belakang Kasus
Kasus mafia tanah yang melibatkan Nirina Zubir bermula pada tahun 2015. Riri Khasmita, mantan ART almarhumah, diberikan kepercayaan untuk mengurus pembayaran pajak tanah. Namun, dia justru diduga terlibat dalam penggelapan enam sertifikat tanah yang seharusnya milik keluarga Nirina. Keluarga Nirina melaporkan perkara ini ke Polda Metro Jaya pada Juni 2021, dan dari hasil pemeriksaan, Riri mengaku bahwa dia telah mengajak suaminya, Edirianto, untuk melakukan penggelapan tersebut dengan melibatkan beberapa pihak lainnya.
Pada November 2021, empat dari enam sertifikat tanah yang dibalik nama oleh pelaku mulai diblokir oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mencegah penjualan atau pemindahan hak atas tanah tersebut. Riri dan Edirianto akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama 13 tahun pada tahun 2022, dan diwajibkan membayar denda masing-masing sebesar Rp1 miliar.
Perkembangan Terbaru
Proses hukum yang panjang membuat Nirina merasa frustrasi. Pada Februari 2024, keluarga Nirina menerima kembali empat sertifikat tanah yang telah diblokir oleh kementerian terkait. Penyerahan dokumen tersebut dilakukan oleh Wakil Menteri ATR/Waka BPN Raja Juli Antoni. Setahun kemudian, Nirina juga menerima dua sertifikat tanah tambahan pada 29 Mei 2025, yang diserahkan langsung oleh Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono.
Meskipun kini sudah memiliki kembali enam sertifikat tanah tersebut, Nirina masih merasa khawatir akan masa depannya. Dia menyatakan bahwa harapan besar keluarganya adalah agar proses hukum ini segera selesai dan tidak ada lagi orang yang berniat untuk menuntut hak atas tanah yang tidak seharusnya.
Harapan untuk Masa Depan
Nirina Zubir berharap agar apa yang dialaminya dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap hak milik, serta mendorong pemerintah untuk lebih tegas dalam memberantas mafia tanah. "Harapan keluarga kami cuma satu, segera diketok palu dan semoga tak ada lagi yang menuntut. Bismillah, selesai sudah," tuturnya.
Kisah Nirina Zubir merupakan contoh nyata dari permasalahan yang dihadapi oleh banyak warga Indonesia saat berhadapan dengan mafia tanah. Dia percaya bahwa langkah-langkah konkret dari pemerintah dan penegakan hukum yang adil sangat dibutuhkan untuk memberikan keadilan bagi para korban seperti dirinya. Dengan mengambil sikap yang tegas, diharapkan tidak akan ada lagi kejadian serupa yang menimpa orang lain di masa depan.





