Melanie Subono, seorang aktivis dan musisi, baru-baru ini menarik perhatian publik melalui unggahan di media sosial terkait perobohan rumah adat Toraja, Tongkonan. Dalam sebuah video yang viral, beberapa petugas kepolisian terlihat mengawasi eksekusi penggunaan alat berat untuk merobohkan bangunan tersebut. Walaupun ada kehadiran petugas, mereka hanya menyaksikan tanpa dapat berbuat banyak, menimbulkan keprihatinan dari Melanie dan warganet.
Melanie mengungkapkan rasa sedihnya dalam sebuah keterangan di unggahannya, “Kami bangsa yang menghargai tradisi, budaya, dan leluhur.” Ia menambahkan bahwa meskipun ia tidak tahu secara pasti latar belakang dari peristiwa tersebut, kehadiran bangunan yang berfungsi sebagai simbol kearifan lokal seharusnya dipertahankan.
Perincian lebih lanjut mengungkap bahwa peristiwa ini terjadi pada Kamis, 3 Juli 2025, di Tana Toraja, di mana rumah adat Tongkonan yang dirubuhkan terlibat dalam sengketa antara dua keluarga besar: Tongkonan Kaladun dan Tongkonan Batu. Perselisihan ini bermula dari klaim hak atas tanah adat yang terletak di kawasan Lion, Makale Utara. Pihak Tongkonan Batu meyakini bahwa lahan tersebut adalah milik mereka, yang mendorong pendirian Tongkonan dan beberapa lumbung di atasnya.
Namun, pihak Tongkonan Kaladun tidak mengakui klaim tersebut dan memilih untuk membawanya ke ranah hukum. Setelah melalui proses hukum yang panjang hingga Mahkamah Agung, keputusan final menyatakan bahwa tanah itu sah milik Tongkonan Kaladun. Eksekusi oleh aparat setempat pun dilakukan, melibatkan puluhan personel TNI dan Polri untuk mencegah bentrokan di lapangan. Meski suasana tegang, eksekusi berjalan tanpa perlawanan terbuka.
Di antara puing-puing rumah adat yang hancur, dua batu Simbuang ditemukan, yang merupakan simbol sakral dalam konteks kepemilikan tanah adat di masyarakat Toraja. Temuan ini menunjukkan legitimasi spiritual atas keputusan hukum yang diambil, seolah memberikan makna mendalam di balik perobohan. Sebuah papan bertuliskan “Tanah Ini Milik Tongkonan Kaladun” juga dipasang di lahan tersebut sebagai penanda hak atas tanah yang telah dipulihkan.
Akan tetapi, kerugian yang ditimbulkan akibat penghancuran rumah adat ini memicu pertanyaan serius tentang perlindungan warisan budaya di Indonesia. Banyak masyarakat, termasuk warganet, mengecam tindakan tersebut dengan komentar yang menekankan pentingnya menghargai keunikan dan nilai sejarah dari bangunan tradisional. Salah satu komentar yang mencolok berasal dari warganet yang menyoroti bahwa “ini bagian penting arsitektur tradisional Indonesia yang seharusnya dihargai, bukannya dirusak begitu saja”.
Melanie juga mengkritik pandangan yang meremehkan warisan budaya dengan menyatakannya sebagai “hanya bangunan, benda mati.” Dalam pandangannya, perobohan ini adalah refleksi pengabaian terhadap nilai-nilai leluhur yang seharusnya dijunjung tinggi. Ia menuntut agar masyarakat lebih menghargai warisan dan identitas yang terkandung dalam setiap bangunan tradisional.
Tragedi ini bukan hanya soal sebuah bangunan yang hilang. Ini adalah gambaran konflik antara modernitas dan adat, di mana seringkali warisan budaya terpinggirkan dalam proses pembangunan dan tuntutan hukum yang berlaku. Sudut pandang berbeda muncul dari banyak pihak yang berargumen bahwa negara seharusnya berperan aktif dalam melindungi warisan budaya, bukan hanya membiarkan eksekusi hukum terjadi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat lokal.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menekankan betapa pentingnya perlindungan kekayaan budaya di Indonesia. Saat masyarakat semakin maju, tantangan untuk melindungi nilai-nilai tradisional dan warisan leluhur semakin mendesak. Perdebatan publik yang timbul dari perobohan ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya di tengah berbagai benturan kepentingan.
Sebagai penutup, meski rumah adat dapat dirubuhkan, nilai dan makna yang terkandung di dalamnya akan terus hidup dalam ingatan dan perjuangan masyarakat. Peristiwa ini akan menjadi pengingat bahwa melindungi warisan budaya bukan hanya tugas individu, tetapi juga tanggung jawab bersama sebagai bangsa.





